Tadi malam, Federal Reserve menurunkan suku bunga bank Sentral (Fed Rate) menjadi 0%-0,25% (bagi pembaca yang kurang paham apa Fed Rate, bisa membaca artikel lama ini). Tingkat bunga Fed Rate ini merupakan rekor terendah sepanjang sejarah Federal Reserve.
Turunnya suku bunga Fed Rate ini sendiri mempunyai banyak aspek yang menarik untuk dibahas.
—–oOo—–
Konsekuensi pertama dari turunnya suku bunga Fed Rate hingga mendekati 0% ini adalah bahwa kini Bank Sentral Amerika tidak bisa lagi menggunakan suku bunga sebagai alat untuk menstimulasi ekonomi, karena tentunya Fed Rate tidak bisa turun di bawah 0%. Jika Fed Rate diibaratkan sebagai tentara dalam perang, maka bisa diibaratkan ia sudah kehabisan peluru untuk senapannya. Pilihan yang tersisa kini hanyalah memasang bayonet di senapannya, lalu bertempur jarak dekat.
Jadi seperti apa ‘bayonet’ finansial yang masih bisa digunakan oleh Bank Sentral Amerika untuk bertempur melawan krisis likuiditas saat ini?

Bernanke: Yang tersisa hanya bayonet
Sebelum kita melihat jawaban pertanyaan tersebut, mungkin ada baiknya kita melihat dahulu akar permasalahan yang dihadapi saat ini.
Salah satu permasalahan utama yang ingin diatasi oleh pemerintah Amerika sekarang adalah bahwa rendahnya aliran dana likuiditas dari sektor perbankan ke perekonomian. Seperti kita tahu, dunia usaha membutuhkan dana untuk beroperasi, konsumen juga membutuhkan dana untuk berbagai keperluan.
Rendahnya aliran dana likuiditas dari sektor perbankan menyebabkan berbagai pihak yang membutuhkan dana megap-megap bagaikan ikan tanpa air. Contoh paling mudahnya mungkin adalah kasus GM, Ford dan Chrysler. Jika tidak terjadi krisis likuiditas, ketiga perusahaan otomotif Amerika tersebut tidak akan terlalu sulit untuk mendapatkan dana kredit. Tetapi dalam kondisi sekarang, karena sulit mendapatkan dana kredit untuk operasionalnya, ketiganya terpaksa ‘mengemis‘ kepada pemerintah Amerika.
Dalam kondisi normal, Federal Reserve biasanya menggunakan Fed Rate sebagai instrumen utama untuk menyelesaikan masalah likuiditas di ekonomi. Dengan menurunkan suku bunga Fed Rate, maka kredit akan menjadi lebih murah, dan biasanya akan dunia usaha akan lebih mampu untuk mengambil kredit.
Permasalahannya, adalah bahwa akhir-akhir ini Fed Rate tidak terlalu efektif lagi untuk memerangi masalah likuiditas. Meskipun Bank Sentral Amerika telah menurunkan bunga secara drastis dari 5,25% hingga ke tingkatnya yg sekarang, arus kredit ke perekonomian tetap ’seret’.
Kembali ke pertanyaan di atas, bagaimana jika penurunan bunga Fed Rate yg terakhir ini juga tidak terasa dampaknya? Bunga sekarang sudah hampir 0%, instrumen apa lagi yang bisa dipakai?
—–oOo—–
Instrumen berikutnya yang bisa dipakai oleh Bank Sentral Amerika adalah dengan menggemukkan neracanya. Bagaimana cara kerjanya?
Bank Sentral seperti Federal Reserve ataupun BI, dalam bahasa sehari-hari, bisa dikatakan sebagai bank-nya bank. Sama seperti kita mempunyai rekening tabungan di bank, bank-bank umum (spt yg kita pakai setiap hari, BCA, Mandiri, dll) juga mempunyai ‘rekening tabungan‘ di Bank Sentral.
Untuk menambah jumlah uang yang beredar, Bank Sentral bisa menggemukkan neracanya dengan cara membeli Surat-Surat Berharga (spt misalnya SBI) dari berbagai bank. Akibatnya, asset Bank Sentral akan bertambah gemuk (akibat pembelian surat-surat berharga tersebut). Lalu bagaimana caranya Bank Sentral membayar pembelian tersebut? Mudah, ia tinggal menambahkan saja nilai ‘rekening tabungan’ milik bank.
Sebagai ilustrasi, misalkan Bank Sentral ingin menambah jumlah uang beredar sebanyak 100 Milyar. Ia lalu membeli SBI senilai 100 Milyar, misalnya dari bank JanganSerakah. Untuk membayarnya, Bank Sentral lalu menambahkan nilai rekening tabungan Bank JanganSerakah senilai 100 Milyar. Kini asset Bank Sentral sudah bertambah ‘gemuk’ 100 Milyar (akibat pembelian SBI), dan nilai ‘rekening tabungan‘ Bank JanganSerakah bertambah Rp 100 Milyar (dari hasil menjual SBI kepada Bank Sentral). Harapan Bank Sentral adalah bahwa Bank JanganSerakah akan lalu mengucurkan Rp 100 Milyar ini sebagai pinjaman ke masyarakat, baik utk usaha ataupun konsumsi (karena bank memang ‘hidup’ dari meminjamkan uang).
Ilustrasi di atas, merupakan ilustrasi sederhana proses ‘penciptaan uang’. Dengan cara menggemukkan neracanya seperti ini, Bank Sentral bisa menambah jumlah uang yang beredar.
Kembali lagi ke kasus Bank Sentral Amerika, dalam satu tahun terakhir, selain menurunkan suku bunga Fed Rate, Federal Reserve juga secara bersamaan ‘menggemukkan‘ neracanya. Per July 2007, nilai Asset di neraca Federal Reserve adalah sebesar US$ 868 Milyar. Data terakhir yang dikeluarkan menunjukkan bahwa kini nilai Asset tersebut sudah naik hingga menjadi US$ 2260 Milyar, atau hampir 3 kali lipat. Artinya dalam 1,5 tahun terakhir, bank Sentral Amerika telah membanjiri pasar dengan dollar Amerika sebesar US$ 1392 Milyar. Ini belum termasuk program Bailout US$ 700 Milyar.
Dengan habisnya ‘peluru‘ berupa kebijakan Fed Rate, tampaknya untuk ke depannya, Bank Sentral akan semakin gencar ‘menggemukkan’ neracanya dan menciptakan uang dengan proses ini, setidaknya sampai mereka merasa krisis likuiditas ini mereda. Inilah alasannya mengapa dollar US tadi malam melemah (terutama terhadap Euro dan Yen), yaitu karena orang mengantisipasi ‘banjir’ dollar.
—–oOo—–
Satu hal lainnya yang menarik untuk dipikirkan seputar penurunan suku bunga Fed Rate ini adalah potensi Dollar menjadi mata uang Carry Trade yang baru.
Carry Trade, secara singkatnya merupakan praktek meminjam uang di satu negara yang tingkat suku bunganya rendah untuk lalu diinvestasikan di negara yang lain. Bagi teman-teman yang belum akrab dengan praktek tersebut, ilustrasinya kira-kira seperti ini:
Bunga Fed Rate di Amerika 0,25%. Seperti kita tahu, ini merupakan target suku bunga pinjaman antar bank saja. Jika ‘pemakai’ seperti kita ingin meminjam uang, suku bunga yang berlaku kira-kira sekitar 3% di atasnya, alias 3,25%. Kita lalu meminjam uang di Amerika (dalam mata uang Dollar tentunya) sebesar US$100.000,-. Misalkan saja kurs yang berlaku saat ini adalah US$1=Rp 10.000,-. Dollar itu lalu saya jual dan saya belikan rupiah sehingga kita mendapatkan dana sebesar Rp 1 Milyar. Bunga yang perlu kita bayar dalam hal ini adalah Rp 32, 5 juta setiap tahunnya.
Uang Rp 1 Milyar tersebut, utk sederhananya lalu kita belikan obligasi ORI. Anggap saja bunga yang diberikan ORI adalah sebesar 12,25%, atau Rp 122,5 juta rupiah setiap tahunnya. Setelah membayar bunga pinjaman kepada bank di Amerika, masih tersisa uang sebesar Rp 90 juta untuk kita. Modal kita? 0 (baca: NOL) besar, dan kita hanya perlu ongkang-ongkang kaki untuk mendapatkan keuntungan Rp 90 juta ini. Resiko pun bisa dikatakan tidak ada, karena ORI secara teori tidak akan gagal bayar.
Inilah kira-kira ilustrasi sederhana Carry Trade. Asyik ya?
(Tetapi saya yakin teman-teman pembaca yang sudah akrab dengan blog ini pasti akan tahu bahwa tidak ada hal yang ’seasyik’ ini. Cobalah pikirkan bagaimana skenario ‘asyik’ ini bisa berubah menjadi skenario ‘mimpi buruk’)
Selama ini, mata uang yang menjadi ‘tunggangan’ untuk praktek Carry Trade adalah Yen, karena bunga bank sentralnya yang berkisar di bilangan 0. Dengan turunnya suku bunga Fed Rate hingga mendekati 0, maka Dollar US berpotensi menjadi alternatif ‘tunggangan’ berikutnya.
Jadi kira-kira apa efeknya jika mata uang Dollar menjadi ‘tunggangan’ praktek Carry Trade? Pastinya akan cenderung terjadi pelemahan dollar. Mengapa demikian? Seperti bisa dilihat di ilustrasi di atas, orang-orang akan ramai meminjam Dollar di bank dan lalu menjualnya (untuk ditukar dengan mata uang lainnya).
—–oOo—–
Kondisi yang saya ceritakan di atas, dimana Bank Sentral tidak bisa lagi menggunakan instrumen suku bunga untuk menstimulasi perekonomian yang lesu, dalam ekonomi dikenal sebagai kondisi Liquidity Trap (Perangkap Likuiditas).
Solusi dari kondisi ini, menurut ekonom Milton Friedman, adalah dengan menyuntikkan dana ke perekonomian dengan ‘meloncati’ perantara (institusi finansial). Bentuknya misalnya berupa pemberian uang secara langsung kepada konsumen ataupun bisnis. Pemberian uang seperti ini populer dikenal dengan ‘Helicopter Money’, karena pemerintah diibaratkan seperti dermawan yang naik helikopter dan menyebarkan uang cuma-cuma dari udara.
Hal yang agak ‘lucu’ adalah bahwa akhir-akhir ini para pengkritik Ben Bernanke sudah menjulukinya sebagai ‘Helicopter Ben’, karena menganggap kebijakan Ben Bernanke selama ini tiada bedanya dengan membagi-bagikan uang kepada sektor Finance. Dengan perkembangan terakhir ini, mungkin julukan ‘Helicopter Ben’ akan semakin populer. Sebagai antisipasinya, kini sudah diluncurkan mainan Action Figure (boneka kecil) Helicopter Ben. Ada yang tertarik untuk membeli?

Sekarang anda juga bisa membagi-bagikan uang dari helicopter seperti Ben Bernanke
11 Comments
December 17, 2008 at 2:52 PM
Wah pelurunya BI masih banyak donk….
Hmm Carry Trade seru juga tuh, patut dicoba, cari pinjaman dengan bunga 0% dulu.
Tahun 2001 Fed Rate yang 1 % membuat kredit perumahan di US menjadi laris. Sehingga banyak yang mengambil kredit perumahan. atau KPR. Alasan utama dari the Fed untuk menurunkan suku bunga pada saat itu adalah untuk menggenjot kondisi perekonomian Amerika yg waktu itu dalam keadaaan resesi (pertumbuhan ekonominya minus).
Apakah suku bunga KPR di US sudah mengikuti penurunan Fed Rate ato masih mempertahankan suku bunga KPR tahun lalu? Takut kejadian thn ini akan berulang lagi beberapa tahun ke depan jika terjadi kenaikan Fed Rate kembali. Wah siklus ekonomi memang akan selalu berulang bukan, jadi kita harus siap2 selalu.
December 17, 2008 at 2:56 PM
Nilai USD akan turun terhadap mata uang lain..
Lalu bagaimana dengan harga komoditas di pasar internasional?
Apakah lalu pasar akan mulai menggunakan mata uang lain untuk perdagangan internasional?
December 17, 2008 at 4:40 PM
bung edison.. anda lupa dua peluru lagi yang mungkin bisa dipake US. yaitu menciptakan perang dunia ketiga n pembangunan besar-besaran. dengan perangkan banyak sektor yang bisa bergerak lagi tuh! tapi yang jadi masalah negara mana yang mo dikorbanin ya…? Zimbabwe kali….. dengan target mugabe duluan mati… kemarin liat beritanya di CNN ngeri banget. mereka mengais makan ditempat-tempat sampah-sampah dan ga da suplai air.
selain itu kalo ga salah inget… obama katanya mau bikin proyek infrastruktur besar-besaran. ga tau berapa besar n apa bentuknya.
eh… bung edison… dengen ngegemukin tabungan kayak posting diatas yang = penciptaan uang itu gimana dampaknya thd inflasi tuh?
soal helicopter money.. kalo ga salah translate Taiwan juga kasih ang pau NT$ 3600 per kepala tiap warga negaranya, kecuali yang WNA. presiden ma ying jeou bahkan meminta dan memprakarsai masyarakat untuk lebih konsumtif sehingga perekonomian tetap bisa berjalan.
belakangan baca di Taipei Times kalo sekarang orang cina yang biasanya terkenal pelit (maaf bukan menyinggung) justru meramaikan mall-mall besar sehingga budaya konsumtif mulai berkembang diwarga berusia muda disana. menurut bung edison… apa budaya konsumtif apalagi dengan sistem kredit itu ga akan mengulang kejadian di amrik?
satu lagi, di satu artikel money magazine ada tertulis bahwa masyarakat US yang saat ini memperketat pembelanjaan mulai mengumpulkan lagi cash n savingsnya. pada suatu titik tertentu cash itu akan membludak dengan aliran dahsyat. satu-satunya tempat untuk menampungnya ya dibursa saham. apa ini artinya setelah bear yanng jelek ini tampangnya akan datang masa gemilang si super bull?? indonesia bakal ketularan ga ya??
December 17, 2008 at 9:32 PM
Mengenai carry trade. Biasanya para carry trader melakukan hedging pada posisinya untuk mengurangi risiko perubahan nilai tukar. Sesuai dengan contoh di mana pelaku meminjam dollar dan menukarnya dengan rupiah, maka pelaku carry trader dapat melakukan hedge dengan cara:
1. Membuat forward contract untuk menjual rupiah (membeli dollar) untuk setahun ke depan dengan rate yang telah disepakati.
2. Membeli FX Option (call USD/put Rp) dengan membayar premium tertentu.
Mungkin kalau rupiah agak susah mencari FX option nya
Tapi kalau Euro masih bisa. Tentu saja untuk melakukan hedge ini membutuhkan biaya. Selama biaya untuk hedging ini dapat dicover oleh selisih interest rate ok ok saja. Tapi kalau terlalu mepet, biasanya para carry trader melakukan hedge sebagian dari dana pinjaman saja (lumayan, ada sebagian yang dilindungi).
Just my 2 cents.
December 17, 2008 at 11:12 PM
@parahita
Kalau konteksnya investor individual, jika pinjamannya diinvestasikan dalam instrumen yg resikonya sangat rendah (spt obligasi mata uang lokal pemerintah), boleh hampir bisa dipastikan selisih/spread bunganya tidak akan cukup untuk membayar forward contract ataupun fx optionnya.
Logikanya begini: yang bisa meminjam uang dengan paling murah adalah institusi bank (krn mereka bisa meminjam di Pasar Uang Antar Bank).
Jika kita pakai ilustrasi dalam artikel ini, seseorang (individu) harus membayar bunga 3,25% utk pinjaman, tetapi sebuah bank bisa meminjam dengan bunga hanya 0,25%. Kalau memang ada peluang untuk melakukan carry trade & lalu hedging (full 100%), maka tentunya sudah akan disambar dahulu habis-habisan oleh perbankan. Ini akan menyebabkan yield instrumennya turun dan biaya hedging naik sampai pada titik ekuilibrium dimana akhirnya operasi tersebut tidak bisa lagi dilakukan secara profitable dan tanpa resiko.
Jadi boleh dikatakan, yang bisa menjadi jatah investor individu adalah menanamkan pinjaman tersebut ke investasi yg cenderung lebih beresiko (saham, atau obligasi korporsi misalnya), ataupun spt yg parahita katakan, hanya hedging sebagian saja dari pinjamannya (partial hedging)… Tetapi tentunya dua alternatif ini tetap mempunyai resiko terjadinya skenario ‘mimpi buruk’.
@Investasi
Nantinya pasti akan saya berikan jawabannya. Tetapi sebelum itu, akan lebih baik jika Investor mencoba berpikir dahulu, kira-kira seperti apa skenario mimpi buruk itu
December 17, 2008 at 10:04 PM
mohon penjelasan lebih lanjut tentang skenario asyik Carry Trade menjadi skenario mimpi buruk.
December 18, 2008 at 3:05 AM
Yang melakukan carry trade memang biasanya institusi dan hedge fund. Kalau individu agak berat memang
Jika bisa dihedge secara full, maka bentuknya akan menjadi arbitrage sempurna yang sangat jarang bisa didapatkan. Makanya biasanya yang bisa dihedge hanya partial. Itu pun dapat menimbulkan masalah besar jika pelakunya menggunakan margin yang sangat besar. Salah satu korban penggunaan margin yang terlalu besar adalah LTCM.
December 18, 2008 at 1:35 PM
harga obligasi kan dipengaruhi oleh interest rates. Nah kalau interest rates sudah hampir nol, bagaimana harga obligasi bisa naik?
December 20, 2008 at 8:38 PM
Yuk rame2 kita ke Amrik ..pinjem duit di sana…ntar di indo kita beliin ORI..:D
BTW..bung Edison sekarang bisnis jualan helicopter juga ya..:D ..harga nya berapa bos? kirimin via tiki ya..:P
December 22, 2008 at 8:58 PM
carry trade jadi mimpi buruk.. karena tetep ada risiko nilai tukar
January 18, 2009 at 3:19 PM
wah ketemu lagi bro …..
pelurunya masih ada donk
ie. rate hike which will lead to hyperinflation
soon, kalo MBS ama CDO udah di absorb ama the “new institution” hasil godokan Paulson ama Geithner
tunggu aja tgl mainnya