Akhir-akhir ini ada kata yang mendadak populer…RESESI. Kata ini kini menjadi bahan pembicaraan berbagai orang, dari menteri hingga pedagang kaki lima. Dalam kondisi saat ini, memang bayangan resesi semakin nyata dan nampaknya sulit bagi perekonomian dunia untuk lari dari kenyataan ini.
Meskipun demikian, di tengah ‘populernya‘ kata Resesi ini, apakah anda tahu sebenarnya apa itu Resesi? Ketika seorang anak buah saya menyinggung soal resesi, saya lalu bertanya kepadanya ‘Apakah kamu tahu resesi itu sebenarnya apa?‘, anak buah saya tersebut berpikir beberapa lama sebelum akhirnya menjawab ‘errr… pokoknya resesi itu artinya ekonomi jelek‘…
Mudah-mudahan setelah membaca artikel ini, anda akan bisa memberikan jawaban yang lebih baik daripada jawaban anak buah saya itu.
—–oOo—–
Resesi, secara umum dikatakan sebagai suatu tahap dalam siklus ekonomi di mana berbagai kegiatan ekonomi mengalami kontraksi. Mungkin bagi teman-teman dari latar belakang pendidikan non-ekonomi lalu bertanya, ‘apa terjemahannya dalam bahasa sehari-hari?‘
Secara sederhana, ini artinya kegiatan produksi dan konsumsi dalam suatu ekonomi mengalami penurunan. Orang-orang (konsumen) mengurangi konsumsinya. Akibatnya produsen pun terpaksa mengurangi produksinya juga. Pengurangan produksi ini biasanya akan menimbulkan rasionaliasi pekerja (alias PHK). Ini sebabnya mengapa biasanya resesi itu selalu terkait dengan tingkat pengangguran yang relatif tinggi.
Definisi di atas, seperti kita lihat merupakan suatu definisi yang ‘kasar’ dan tidak terlalu jelas. Teman-teman yang teliti mungkin akan bertanya, berapa besar penurunannya (kontraksinya) agar ekonomi bisa disebut resesi? Ekonomi tentu ada naik-turunnya. Bagaimana jika ekonomi minggu ini turun, lalu minggu depan naik dan minggu berikutnya lagi kembali turun? Apakah ini bisa disebut resesi? Jadi bagaimana definisi yang eksak (tepat) agar ekonomi bisa dikatakan ‘resesi’?
Percaya atau tidak, kata resesi tidak mempunyai definisi yang eksak (spesifik). National Bureau of Economic Research (NBER) sebuah badan riset ekonomi terbesar di Amerika, misalnya, hanya mendefinisikan Resesi sebagai:
a recession is a significant decline in economic activity spread across the economy, lasting more than a few months, normally visible in real GDP, real income, employment, industrial production, and wholesale-retail sales.
Dalam bahasa Indonesia:
Resesi adalah penurunan yang signifikan dalam aktifitas ekonomi, yang tersebar di keseluruhan ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, yang terlihat nyata dalam nilai PDB (Produk Domestik Bruto) Riil, tingkat pendapatan Riil, lapangan pekerjaan, produksi industri dan penjualan retail maupun grosir.
Seperti kita lihat, definisi NBER di atas, meskipun sedikit lebih ‘jelas’ dari definisi pertama, masih tidak terlalu jelas. Sebagai contoh, dalam definisi tersebut ada kata ’signifikan’, tetapi tidak ada kepastian berapa angka yang bisa dikatakan sebagai ’signifikan’.
Definisi lain yang kerap dipakai adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama 2 kwartal berturut-turut. Meskipun demikian, definisi ini kerap tidak ’sinkron’ dengan definisi dari NBER. Sebagai contoh NBER menyatakan tahun 2001 sebagai resesi meskipun aktifitas ekonomi mengalami penurunan di kwartal 1 dan 3 (alias tidak berturut-turut).
Definisi kata Resesi juga akan berbeda jika batasan pembahasan dirubah, dari skala nasional menjadi skala ‘global’. IMF misalnya, menyatakan ekonomi dunia sudah dikatakan memasuki resesi jika pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai 3% ataupun dibawahnya.
—–oOo—–
Bagaimana dengan ‘resesi’ di negara berkembang?
Ekonomi di negara berkembang, biasanya tumbuh dengan persentase yang lebih tinggi daripada negara maju. Dalam beberapa tahun terakhir misalnya, ekonomi Cina bisa tumbuh hingga dua digit (di atas 10%). Ekonomi Indonesia pun tumbuh di sekitar 6%. Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Amerika yang bergerak di kisaran 2%.
Karena tingginya tingkat pertumbuhan di negara berkembang, maka biasanya untuk negara berkembang tidak perlu ‘menunggu’ hingga ekonominya minus sebelum dikatakan mengalami resesi. Seandainya pertumbuhan ekonomi di negara berkembang tumbuh terlalu pelan saja, maka negara tersebut sudah mengalami sesuatu yang dikenal sebagai Growth Recession (Resesi Pertumbuhan).
Dalam Growth Recession, pertumbuhan ekonomi tumbuh terlalu pelan untuk menyerap pertumbuhan tenaga kerja. Seperti kita tahu, pertumbuhan tenaga kerja di negara berkembang itu relatif sangat cepat sehingga dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cepat juga untuk menyerap tenaga kerja itu. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, banyak tenaga kerja baru yang tidak terserap sehingga meningkatkan tingkat pengangguran. Akibatnya, ekonomi terasa seperti di dalam resesi.
Sebagai contoh, beberapa ekonom menyatakan bahwa ekonomi Cina akan mengalami permasalahan jika seandainya pertumbuhan ekonominya dibawah angka 6%. Bagaimana dengan Indonesia? Ironsinya, beberapa bulan lalu, OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) menyatakan bahwa untuk menyerap pertumbuhan tenaga kerjanya, ekonomi Indonesia harus tumbuh minimal 8%.
PS: Saya jadi teringat seorang mantan Wapres kita yang ‘melecehkan’ program Keluarga Berencana. Tingginya pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor utama mengapa kita butuh pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula hanya sekedar utk menyerap tenaga kerja kita.
—–oOo—–
Seperti kita lihat di atas, kata ‘Resesi’ ternyata bisa mempunyai banyak pengertian. Karena beragamnya pengertian tentang ‘resesi’ inilah maka biasanya dalam konteks sederhana, resesi biasanya hanya dikatakan sebagai periode di mana ekonomi mengalami kontraksi.
13 Comments
November 17, 2008 at 5:15 PM
Saya pernah baca artikel lupa di mana, ketika pertumbuhan ekonomi riil suatu negara bernilai negatif selama dua kwartal atau lebih dalam satu tahun disebut resesi.
Apakah pertumbuhan ekonomi riil sama dengan PDB riil?
PDB sendiri diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun).
PDB terbagi dua PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
Dalam perhitungannya PDB menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
November 17, 2008 at 6:06 PM
Gimana cara paling efektif dan efisien untuk mencegah, menanggulangi dan mengatasi ‘Resesi’?
November 18, 2008 at 8:00 AM
Ternyata pertumbuhan ekonomi suatu negara sama dengan pertumbuhan PDBnya. Baru tahu setelah baca berita, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kwartal 3 tahun ini sebesar 6,1%.
“Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan III-2008 yang digambarkan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan meningkat sebesar 3,5 persen bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan triwulan II-2008 yang mencapai 2,5 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (y-on-y), pertumbuhan PDB Indonesia pada triwulan III-2008 mencapai 6,1 persen”
November 18, 2008 at 8:04 AM
Gunakan produksi dalam negeri, batasi impor, efisiensi produksi dan kesadaran membuat nilai tambah dari setiap komoditas. perlu rasa nasionalisme setiap elemen masyarakat untuk menggunakan produksi dalam negeri dan pengembangan teknologi aplikatif sehingga kita tidak tergantung komponen impor , syukur2 bisa jual hasil produksi kita keluar karena adanya jaminan mutu dari produk tersebut. tapi pertanyaannya apa bisa? apakah ada upaya untuk meningkatkan kesadaran pentingya peningkatan sumberdaya manusia 200 jt rakyat indonesia.
November 18, 2008 at 9:01 AM
Menurutku byk masyarakat sadar utk meningkatkan kapasitasnya,tapi kterbatasan informasi n segunung kterbtsan2 lain jadi penghalang.saya pernah mengunjungi suatu daerah dibogor.pegunungan,sejuk,nyaman. Tapi anak usia smp apalagi sma harus trn gunung sejak jam 5 pagi utk ikut angkot yg jg mengangkut pedagang kpasar pukul 6. Mereka sampe disekolah biasanya pas lonceng bunyi. Didaerah itu jg sangat sulit informasi.siaran RRI n TVRI kdg g jelas. Apalagi lokasi2 yg jauh diluar jawa n pedalaman2 sana?
November 18, 2008 at 2:51 PM
@putrie
Sebenarnya pertumbuhan ekonomi tidak ‘mesti’ diukur dengan PDB, bisa juga memakai indikator yang lain. Cuma memang dalam hal ini, banyak yg memakai PDB. NBER sendiri tidak sekedar menggunakan PDB, tetapi kombinasi dari berbagai indikator lainnya.
@OB
jawaban pertanyaannya bisa buat 2 artikel…hahaha
Tetapi sebenarnya begini, resesi itu bisa dikatakan proses natural, dan tidak bisa dihindari. Malahan sebenarnya resesi itu mempunyai ‘manfaat’, yaitu sebagai proses seleksi natural atas berbagai perusahaan yang kurang bagus.
Yang ingin dihindari (dan perlu dihindari) biasanya adalah resesi yang berkepanjangan dan sangat dalam/parah.
Bagaimana caranya menhadapi resesi? Jawabannya akan banyak macam, tergantung ‘aliran’ ekonomnya. Penjelasannya akan panjang, dan kurang cocok utk ditulis sebagai comment. Mungkin lain kali akan saya jadikan artikel saja…
November 18, 2008 at 2:55 PM
OOT
bung fotonya ganti ya.
mau keluar foto jg donk, caranya gmn ya? biar yg keluar bukan muka ancur ungu lg
November 18, 2008 at 4:33 PM
@putrie_kmps
seingetku ada 3 pendekatan untuk ngitung PDB. jadi masih ada satu lagi pendekatan untuk PDB, disebut pendekatan produksi. Jadi PDB dihitung dari jumlah produksi masing-masing sektor. CMIIW..
November 19, 2008 at 8:36 PM
istilah ekonomi toh
November 22, 2008 at 7:14 PM
sebenernya anak buah bung gak salah jg dgn mengatakan resesi itu ekonomi jelek, cm mgkin krn dia gak memperjelas lebih lanjut saja, jd jawabannya krg komprehensif..(mgkin gugup ditanyain bos, apalagi bosnya… ehm, tau sendiri.. pakar, maksudnya..)
ekonomi jelek kan kl ditelaah yah berdampak luas n ada domino efeknya.. = daya beli konsumen kurang –> produksi nurun –> phk –> balik lagi ke daya beli konsumen nurun..
dgn kata lain, resesi memang ekonomi yg sdg jelek..
disclaimer: saya bukan ‘anak buah’ bos yg disebut2 dlm artikel dan saya pun gak ada hubungan dgn si ‘anak buah’ sama sekalii krn tahu pun tidak..
June 23, 2009 at 5:07 PM
menurut w cara yang paling ampuh untuk menghindari resesi adalah berPUASA.. puasa konsumsi pemerintah ( termasuk ngutang, puasa exim(export-import ) , puasa pengeluaran pemerintah, dan puasa yang lainnya)
he…he…
June 24, 2009 at 7:54 AM
Kalau semua itu dilakukan tidak akan terjadi pertumbuhan ekonomi, padahal penggerka utama ekonomi adalah konsumsi, dengan adanya konsumsi maka produksi akan terjadi. Kalu puasa terus resesi justru akan makin dalam.
July 27, 2009 at 12:16 PM
artikel di atas sgt bermanfaat untuk ‘pencerahan’ pemahaman mslh ekonomi….tks