Kalau ada orang yang paling ‘berjasa’ atas lahirnya artikel ini, maka orang itu bernama Nadya Suleman. Saya terpikir untuk menuliskan artikel ini karena merasa ‘gemas’ membaca berita di berbagai media tentang Nadya. Untungnya, meskipun namanya ‘berbau’ Indonesia, Nadya bukanlah orang Indonesia melainkan orang Amerika. Tapi sayangnya, saya melihat banyak masyarakat kita yang ‘salah langkah’ seperti Nadya, walaupun ‘derajat kesalahannya’ belumlah sampai separah yang dilakukan oleh Nadya.
Jadi siapakah Nadya itu? Dan mengapa dia membuat saya ‘gemas’?
—–oOo—–
Nadya Suleman akhir-akhir ini menjadi sorotan media akibat ‘prestasi’-nya (dalam tanda kutip) melahirkan Octuplet (Kembar 8). Bayi kembar 8 itu didapatkan melalui proses inseminasi buatan dengan menggunakan sperma salah seorang temannya, karena Nadya sendiri berstatus ‘tanpa pasangan’. Konyolnya, sebelum kelahiran bayi kembar 8 ini, Nadya telah mempunyai 6 orang anak yang berumur antara 7 tahun sampai 2 tahun, sehingga kini Nadya mempunyai 14 orang anak.
‘Pilihan’ Nadya untuk menambah jumlah anaknya, padahal sudah mempunyai 6 orang anak, menimbulkan reaksi yang cukup keras. Yang membuat banyak orang tidak bersimpati dengan ‘pilihan’ yang diambil Nadya adalah bahwa Nadya justru mengambil ‘pilihan’ ini di saat ia berada dalam kondisi ekonomi yang tidak mendukung, dimana saat ini Nadya tidak bekerja dan hidup mengandalkan tunjangan dari pemerintah Amerika.
Membaca kisah Nadya, saya jadi teringat salah satu mantan Wakil Presiden Indonesia yang paling ‘pintar’ (dalam tanda kutip.. maaf sinis). Beliau sempat menimbulkan kontroversi dengan opini bahwa ‘KB itu tidak membuat rakyat menjadi pandai dan kaya’ dan sempat dikabarkan membuat rekomendasi untuk membubarkan BKKBN karena ‘program tersebut membuat pemerintah mengeluarkan banyak biaya untuk membeli alat KB dari luar negeri’ (walaupun kemudian beliau menyatakan bahwa pernyataannya itu salah dimengerti).
Sedikit fakta yang agak menarik utk diketahui adalah bahwa mantan Wakil Presiden tersebut mempunyai 12 orang anak (dari 3 istri). Tetapi yang sedikit berbeda mungkin adalah kondisi ekonominya, dimana saya lihat sepertinya mantan Wapres tersebut tidak mempunyai kesulitan untuk membiayai ke 12 anaknya tersebut.
—–oOo—–
Lalu apa kaitannya Nadya, mantan Wapres dengan blog ini? Setiap orang hendaknya sadar bahwa Perencanaan Keuangan itu boleh dikatakan sangat terkait dengan Perencanaan Keluarga (Family Planning). Saya sendiri yakin bahwa mungkin tidak ada pembaca blog ini yang mempunyai rencana untuk mengikuti jejak langkah Nadya (saya berdoa mudah-mudahan keyakinan saya ini tidak salah). Meskipun demikian, saya yakin mungkin ada beberapa pembaca blog yg belum berpikir ke arah ‘family planning’, dengan berbagai alasan seperti misalnya :
- ‘Yah, nanti saja lihat dikaruniai Tuhan berapa’
- ‘Nanti saja kalau sudah nikah baru ngomong’.
- ‘Walah, punya pacar saja belum’
Saya pribadi berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk meluangkan waktu sedikit, (tanpa perlu melihat bagaimana ‘status’ anda saat ini) untuk mulai memikirkan Family Planning (Perencanaan Keluarga). Terlebih bagi teman-teman yang baru mulai berkeluarga, ataupun sudah menjalani hubungan yang dalam tahap serius (***sambil melirik ke arah Alina***), diskusi Perencanaan Keluarga itu bisa dikatakan sangat penting untuk dilakukan, dimana tentunya salah satu yang perlu didiskusikan adalah rencana jumlah anggota keluarga alias ‘ingin punya anak berapa?’. Itu bukanlah berarti anda sudah ‘ngebet pengen punya anak’ , tetapi justru memperlihatkan bahwa anda mempunyai perencanaan yang matang dalam hidup.
—–oOo—-
Mempunyai momongan tentunya bukanlah hal sepele karena mempunyai anak itu melibatkan biaya yang tidak sedikit. Sebagai ilustrasi, mari kita lihat data dari negara Amerika sana. Meskipun tentunya data tersebut tidak bisa dipakai ‘mentah-mentah’ di Indonesia, setidaknya data tersebut bisa memberikan sedikit ‘gambaran’ kasar. (Alasan lainnya mengapa saya memakai data ini: Saya tidak tahu mesti mencari kemana utk data sejenis ini di Indonesia)
Berdasarkan data tahun 2007 dari badan Center for Nutrition Policy and Promotion, jika anda termasuk golongan ekonomi menengah (versi Amerika 2007: pendapatan pertahun sebelum pajak antara $45.800,- sampai $77.100,-), maka:
- Jika mempunyai anak yang lahir di tahun 2007, maka untuk mengasuh satu anak tersebut hingga berumur 17 tahun (thn 2024), anda diperkirakan akan mengeluarkan biaya total sebesar $269.040,- (sekitar Rp 3,2 Milyar dengan kurs Rp 12.000/dollar)
- Jika misalkan anda telah mempunyai 2 anak, maka di tahun 2007 saja, anda akan menghabiskan biaya antara $22.900,- sampai $24.060,- tergantung usia kedua anak tsbt (sekitar Rp 275-288 juta dengan kurs Rp 12.000/dollar)
PS: Tingkat pengeluaran ini akan sangat dipengaruhi oleh ‘golongan ekonomi’. Golongan ekonomi ‘bawah’ akan mengeluarkan biaya di bawah itu, sedangkan golongan ekonomi atas akan mengeluarkan biaya yang di atas itu.
Seperti kita bisa lihat, jika kita bandingkan dengan tingkat penghasilannya (yg SEBELUM pajak adalah antara $45.800,- sampai $77.100,- PER TAHUN), angka-angka di atas termasuk sangat mencolok. Pengeluaran untuk anak akan menyedot sebagian besar penghasilan dari orang tua. Sekali lagi, seperti saya katakan di atas, data ini tidak bisa digunakan mentah-mentah di Indonesia (biaya mengasuh anak akan lebih kecil) tetapi mengingat tingkat penghasilan rakyat ‘kelas menengah’ juga lebih kecil, maka mungkin kondisi di Indonesia (secara rasio) juga tidak berbeda jauh.
—–oOo—–
Artikel ini akan saya tutup dengan 2 kisah, dimana kisah pertama adalah kisah pengalaman pribadi saya dalam hal ini. Semenjak saya mulai memahami konsep bahwa suatu hari saya akan berkeluarga, saya telah mempunyai ‘gambaran’ bahwa saya hanya ingin mempunyai dua anak (meskipun ‘idealisme’ tersebut boleh dikatakan timbul akibat ‘termakan’ iklan KB saat itu). Lalu ketika saya dan istri saya mulai memasuki tahap serius dalam hubungan kami berdua, kami juga menyempatkan diri utk membahas ‘masa depan’ dimana salah satu hal yg didiskusikan tentunya adalah berapa jumlah anak yang kami kehendaki.
Karena kami sepakat hanya untuk mempunyai 2 anak (kalau bisa, sepasang laki-laki dan perempuan), maka ketika anak pertama kami adalah perempuan, maka kami pun berupaya keras agar dalam kehamilan berikutnya bisa mendapatkan anak laki-laki (melalui berbagai metode kedokteran/ilmiah tentunya). Setelah beruntung dikaruniai anak laki-laki, sebenarnya kami berencana untuk KB permanen, tetapi tidak direkomendasikan oleh dokter karena mengingat usia kami yg relatif muda dan usia anak kami yang masih kecil (sehingga terpaksa memakai metode kontrasepsi lainnya)
Pilihan saya dan istri saya untuk ‘cukup 2 saja’ bukanlah suatu pilihan yg mudah (walaupun juga tidak sulit). Saya sendiri merupakan anak sulung dan juga anak lelaki satu-satunya dari ayah saya. Kedua orangtua saya sebenarnya mengharapkan agar saya mau menambah jumlah anak lagi, tetapi saya menolaknya meskipun sebenarnya untuk ‘urusan’ ekonomi tidak bermasalah.
Satu kisah menarik lainnya datang dari seorang supir yang bekerja pada salah satu Supplier toko istri saya. Ia bercerita bahwa dengan kondisi ekonominya, ia memilih untuk memiliki hanya 1 anak saja, minimal sampai kondisi finansialnya membaik. Ia menyadari bahwa pilihan tersebut adalah pilihan yang terbaik untuk dirinya dan juga anaknya. Ia bahkan menggeleng-gelengkan kepalanya ketika bercerita tentang teman-temannya yang ‘mencetak’ anak terus. Dengan sedikit ‘sinis’, supir tersebut malah bisa berkata bahwa teman-temannya tersebut ‘Cuma tahu enak bikinnya saja…. memangnya nanti mau dikasih makan batu?’.
Saya yakin bahwa teman-teman pembaca blog ini tentunya tidak akan kalah dari sang supir yang berpikiran panjang tersebut.
…..
Bagaimana dengan anda? Apakah anda sudah pernah berpikir tentang perencanaan keluarga?
65 Comments
March 12, 2009 at 8:38 PM
Perencanaan punya anak berapa belum ada. Kuatir pikiran jadi terlalu jauh. Karena rencana punya pasangan hidup aja, ga tau kenapa masih kabur dalam benak saya. Walaupun saya selalu senang sekali main dengan anak-anak tapi Mungkin mau punya 1 anak saja ya. Biaya hidupnya udah tinggi. Ini pandangan pesimis ga ya?
March 15, 2009 at 4:36 PM
Saya rasa tidak dik felicia wiwih, mungkin kita bisa merencanakan bersama-sama?
March 15, 2009 at 4:53 PM
wah langsung ada yang ngelamar tuh
March 12, 2009 at 9:05 PM
haha.. ironis memang.
sependek pengalaman saya, memang ada beberapa hal yang menyangkut masalah ‘anak’ ini:
1. Kebetulan orang tersebut memang ga peduli sama sekali masalah rencana keuangan dari awal. Prinsipnya: rejeki dimanapun selalu ada, ga peduli sama masa depan, jalanin aja. Kalau sudah begini, ya akhirnya ‘family planning’ juga ga terlalu dipikirkan.
2. Orang tersebut sudah peduli, tapi belum tau bagaimana dan apa saja yang harus direncanakan. Kadang masih ada yang suka berpikir: ‘ntar aja ngumpulin uang untuk biaya anak, toh masih agak lama’. Padahal kenyataannya, biaya-biaya yang menyangkut perawatan anak adalah salah satu biaya yang paling mahal. Dan prinsip dalam merencanakan keuangan adalah: semakin cepat semakin baik. Contoh biaya tinggi: biaya dokter anak, biaya susu+makanan anak, biaya baju anak (yang kadang harganya lebih mahal dari baju orang dewasa, OMG), biaya pendidikan anak, dan lainnya. Jadi jangan kaget kalau tiba-tiba sadar penghasilan kita hanya habis untuk keperluan yang berkaitan dengan ‘anak’.
Saya sendiri percaya dengan prinsip: ‘ikatlah onta mu dulu sebelum menyerahkan semuanya kepadaNya’. Jadi lebih baik berencana daripada tidak. Apalagi sebagai orang tua, kita dituntut memiliki tanggung jawab untuk ‘memelihara’ anak kita. Ga cuma secara sikap, mental, atau fisik tapi juga termasuk persiapan masa depannya.
March 15, 2009 at 4:55 PM
Hai Konobe…salam kenal…maaf kalau pertanyaannya dasar sekali…maksudnya ‘ikatlah onta mu dulu sebelum menyerahkan semuanya kepadaNya’ apa sih?
March 15, 2009 at 7:44 PM
Salam kenal juga Bu. It’s a common wisdom from Muhammad SAW. Ceritanya ada orang datang mengendarai unta untuk bertemu beliau, lalu ditanya: apa untanya udah diikat? (biar ga kabur, dsb). Trus orang itu kira-kira bilang: saya menyerahkan semua padaNya (tawakkal). Trus dijawab sama beliau: ikat untamu dulu, lalu baru bertawakkal.
Jadi maksudnya, ya usaha dulu dong… kalau sudah benar-benar usaha (planning, kerja keras, dll), baru terakhirnya menyerahkan padaNya.
CMIIW ya..
March 12, 2009 at 10:35 PM
perencanaan keluarga semakin penting terutama pada saat ekonomi kurang baik.
2 anak sudah cukup banyak.
March 13, 2009 at 7:06 AM
jangan takut nambah anak, karena setiap anak telah ada rejeki masing-masing.
agar banyak rejeki, maka orang harus bekerja keras karena tidak akan ada “manna” dan “salwa” yang turun gratis.
March 13, 2009 at 8:26 AM
‘ikatlah onta mu dulu sebelum menyerahkan semuanya kepadaNya’
Benar tuh neng..
Banyak yg cuma mengandalkan “Tuhan gak akan ngasih sesuatu di luar kemampuan hamba-Nya” dan “Semua sudah ada rezekinya”.
@adit
“manna” dan “salwa” itu apa yah?
sejenis makanan kah?
March 13, 2009 at 9:38 AM
Kalo Anda tahu statemen Konobe yang ini ‘ikatlah onta mu dulu sebelum menyerahkan semuanya kepadaNya’, berarti Anda pasti tahu “manna” dan “salwa”.
Kalo saya ingat, di salah satu komen atau artikel ya, Bro Edison aja pernah sebut “manna from heaven”
March 14, 2009 at 7:15 AM
Hehehe..
Masalahnya yg lain belum tentu ngerti bro..
March 14, 2009 at 8:01 AM
oke deh, manna dan salwa adalah makanan yang diturunkan oleh Tuhan ketika peristiwa Exodus, Musa dan kaum Bani Israel dari negeri Mesir ke Palestina….
eh jadi ga yakin, bener ga sih penjelasan saya
March 13, 2009 at 9:17 AM
setuju banget kalau musti ada planning
ada teman2 yg sudah mau pensiun masih harus kerja keras demi anak2 yg masih belum selesai sekolah…
March 13, 2009 at 10:07 AM
Saya juga gemes banget baca berita Octo Mom. Sangat tidak bertanggung jawab. Kayaknya Nadya
ada ‘gangguan’, semua keputusan yang dia ambil banyak yang tidak masuk akal. Denger2 sih dia jadi nerima tawaran main film porno sebesar USD 1 juta dari Vivid Entertainment…
Setuju banget dengan perencanaan keluarga. Jangan mikir gimana nanti aja, tapi nantinya gimana… Walau belum dikaruniai momongan, saya sudah berencana punya 1-2 anak saja. Anak itu amanah yang harus kita rawat, jaga & didik sebaik-baiknya supaya tumbuh menjadi insan yang berguna.
March 13, 2009 at 2:35 PM
wah aku udah tiga aja ya…
March 13, 2009 at 8:20 PM
punya anak koq repot
ga usah pusing, asal ada perhitungan dan penyesuaian dengan kondisi keuangan saya kira tidak akan ada masalah.
sekolah ya ga perlu yg mahal2, sekuatnya saja
makan ya secukupnya tidak perlu yg mewah2
hidup itu indah dan harus dihadapi dengan optimisme itu yg perlu diajarkan kepada anak2. repotnya orang zaman sekarang berpikiran indahnya hidup hanya bila semuanya tercukupi.
kalo bingung mungkin bisa dicoba apply ke Canada di sana tiap anak dapat subsidi untuk memastikan kecukupan nutrisi …….
March 13, 2009 at 8:50 PM
soal nadya itu emang banyak banget yang berkomentar sinis….abis dia yang beranak, warga amerika yang menanggung karena mendapat tanggungan dari pemerintah ampe katanya masih ngutang di rumah sakit…heee..coba kejadian disini kalo berani..siapa yang nanggung.
March 14, 2009 at 1:10 PM
ah… capek2 mikirin family planning… nyari calon istri aja udah susah banget… wakwkakwakwka
April 7, 2009 at 10:03 PM
lajang pun tetap harus punya dana pensiun toh… tetap pengen punya mobil, rumah, liburan… anggep aja family membernya baru satu hehehe
March 14, 2009 at 9:06 PM
Setuju banget dengan family planning. Sampe sekarang aku masih ikut ngurus ade-ade karena dulu bapak ibu ga punya family planning. Akibatnya mo rumah tangga juga watir “warisan” tanggungan keluarga ga keurus. Ditambah lagi cowo-cowo yang terkesan takut liat “baggage”ku penuh, makin jauh kayaknya yang namanya pernikahan
Sekarang jika ortu flash back kebelakang ditambah masa depanku yang keliatan suram (alias BA=bujangan abadi) yang ada nyesel, sedih dan ujung2nya nyalahin nasib. Mudah2an bisa belajar dari pengalaman mereka dan ga mengulang.
Ga ngerti bener dengan pemikiran Nadya ini. Bukankah sama aja dia dia ga bakal bikin anak2nya hepi? Dengan hidup serba kekurangan, hak asasi anak untuk bisa hidup layak jelas teraniaya. Dimanakah nalurinya sebagai seorang ibu ya??
March 15, 2009 at 9:18 AM
Ikutan sharing ah………
Kami dikaruniai sepasang anak laki-laki. Sisulung berusia 20 tahun 5 bulan dan si bungsu berusia 15 tahun. Kemarin saya bertemu dengan rekan dari perusahaan lain, dan setelah mengetahui anak saya sepasang laki-laki dia menyarankan untuk mempunyai satu anak lagi agar mendapat perempuan (gile ajeeeeeee udah umur segini kudu hamil lagee..wadaaw). Rupanya dia menganut bila mempunyai anak harus lengkap lelaki & perempuan.
Pada waktu kami menikah, kami memang sudah merencanakan untuk hanya mempunyai 2 anak saja. Alasannya karena kami ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak kami dari segi gizi dan pendidikan dan tentunya kasih sayang. Kami merencanakan pendidikan untuk anak-anak tidak hanya sampai Strata 1. Rencana biaya pendidikan anak-anak kami lakukan dengan ikut asuransi pendidikan. Ternyata biaya yang sebenarnya jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Saya akan merinci biaya anak-anak, yang sebenarnya tidak ingin saya ungkapkan, tetapi khusus untuk member JS, saya ingin berbagi, agar kita dapat membuka wawasan, terutama untuk orang tua yang masih mempunyai anak-anak yang masih kecil.
1. Anak sulung kuliah di Universitas Parahyangan Bandung, semester 6. Tiga tahun lalu uang pangkalnya termasuk murah yaitu 14 juta. Sementara asuransi pendidikannya memberikan uang sebesar 10 juta (kurang deh 4 juta). Uang 1 semester yang harus dibayar sekitar 6 juta, semester pendek biayanya 2,5 jt ditambah dengan biaya buku dalam satu tahun rata-rata 1 juta. Total biaya setahun 15,5 juta. Karena kuliahnya di Bandung dan maka harus mengeluarkan biaya kost, makan juga transportasi. Saya akan merincinya. Biaya kost satu bulan 700 ribu, uang makan sehari 30 ribu, ditambah transportasi, dan uang pulsa sebulan 1,3 juta. Anak sulung bila dirumah, bisa minum susu segar 1 liter 1 hari, maka saya memberikan kelonggaran untuk membeli susu tetapi saya tidak memberikan uang tunai, tetapi dengan cara menukar bon belanjanya kepada saya. Saya tidak mau memberikan banyak uang tunai. Jatah pulannya ke Jakarta sebulan 2 x dengan menggunakan Travel. Total biaya hidupnya dalam satu bulan rata-rata 2,5 juta. Total biaya untuk satu anak dalam setahun sebesar 45,5 juta. Belum termasuk biaya tak terduga dan biaya liburan.
2. Sibungsu sekarang kelas 9, dan akan menghadapi ujian untuk masuk kejenjang selanjutnya. Sibungsu tahun ini sangat rajin belajar, karena berkeinginan masuk disalah satu SMA Bulungan, sama dengan kakaknya. Sehingga setiap hari ada les tambahan termasuk hari Sabtu ada PM (pendalaman materi) dari sekolah. Lima hari sekolah, kami memberikan ongkos & uang makan 120 ribu, karena ada les maka setiap hari pulangnya sore, dan diperlukan uang tambahan 10ribu sehari, total seminggu 160ribu, sebulan 640ribu. Ini sudah dibantu dengan setiap hari si bungsu membawa bekal makan (dalam tempat makan seperti anak TK) dan bekal minum dalam botol 600 ml. Untungnya anak kami walau anak laki tidak malu membawa makanan dari rumah, bahkan sekarang teman-temannya ikutan membawa makanan. Biaya les untuk INTEN (semacam primagama) dalam satu tahun 3,4 juta (tidak boleh bayar bulanan), ditambah les matematika lagi setiap bulan 250rb, dan biaya pendalaman materi 600 rb setahun. Karena anak saya senang olahraga maka ada tambahan biaya untuk basket 100rb sebulan. Beruntungnya sekolahnya tahun ini tidak menarik iuran SPP, karena mendapat BOS. Untuk sibungsu biaya bulanannya menghabiskan 950 rb, dalam satu tahun 18.4juta bila ditambah uang buku dan seragam dan lain-lain kira-kira setahun 21 juta. Belum termasuk biaya liburan.
Sekarang kami sedang mempersiapkan biaya sekolah adiknya yang akan masuk SMA. 6 tahun lalu si sulung masuk SMA negeri di Bulungan, uang pangkalnya sebesar 5 juta, SPP satu bulannya ditambah pelajaran tambahan tiap bulannya 225 ribu rupiah. Diperkirakan tahun ini uang masuknya antara 12 juta, SPP 400 ribu. Dan kami juga sudah menyiapkan untuk Si sulung untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi diperkirakan dalam 2 tahun lagi untuk sekolah S2 memerlukan biaya 100 juta (sekarang +/- 80 juta) di Indonesia. Sedangkan untuk sibungsu untuk S2 nya diperkirakan 250 juta dengan inflasi 15%. Lumayan harus bekerja keras, dan kami beruntung mempunyai 2 anak saja, walau tidak ada perempuan. Kata orang sangat berbeda mempunyai anak lelaki dengan wanita. Biasanya wanita lebih “care” terhadap orang tuanya. Memang betul, tetapi sekarang ini saya lebih baik menyiapkan dana hari tua, agar masa pensiun saya bisa hidup layak dan mempunyai uang.
Melihat pengalaman yang sudah ada, nenek kakek yang mempunyai uang dan mungkin warisan, rumahnya lebih ramai dikunjungi oleh cucunya… (hehehe maaf, tapi itu kenyataan)
March 15, 2009 at 2:55 PM
Terimakasih bu Rina atas sharing-nya. Jd kita2 yg belum berkeluarga dpt gambaran perincian biaya anak.tp ga tau tambah memotivasiku utk cpt berkeluarga-kah?kayaknya aku malah tambah takut berkeluarga melihat rincian biaya anak2.
Bagaimana ya bu?
March 15, 2009 at 3:12 PM
Hai Felicia… maksudnya sharing bukan mau bikin takut. Kan konteksnya diatas adalah “famili planning”. Dari sharing saya, maksudnya agar yang masih muda-muda segera membuat “perencanaan keuangan”. Contoh aja Felicia, mungkin masih muda, kalau saja dari mulai sekarang mempersiapkan cicilan investasi untuk masa pensiun, pasti masih sangat sedikit menyisihkannya. Sehingga ketika nanti berkeluarga, ketika mempersiapkan dana pendidikan anak, tidak menjadi terlalu berat, karena untuk pensiun sudah disiapkan dari sekarang. Jangan takut dengan berkeluarga, dan untuk wanita yang sudah bekerja dari sekarang, tetaplah bekerja, agar bisa membantu suami dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak tercinta. Gimana menurut bro nikentobi?
March 15, 2009 at 3:56 PM
Iya, saya menulis artikel ini juga bukan untuk ‘menakuti’ orang agar takut punya anak…hahaha…
Yang saya harapkan hanyalah agar teman-teman sudah mulai membuat perencanaan utk ke depannya, terutama bagi yang sudah mau berkeluarga ataupun baru mulai berkeluarga…
March 15, 2009 at 4:53 PM
Tidak apa2, felicia dan saya akan merencanakan masa depan bersama.
March 15, 2009 at 7:46 PM
Suiiiittt.. suiiittt… mba feliciaaaaaa… hihihihi….
- ini komentar iseng, just kidding. Hwahahaha…
March 15, 2009 at 10:22 PM
Konobe nakal juga ya.jd :$
April 7, 2009 at 1:22 PM
Baru tau Felicia and Erik ada titik-titik… ketauan yah…. Eh apa ini berita basi karena ga pernah up date JS aku yah??
March 16, 2009 at 11:46 AM
Jujur, ini salah satu komentar yang paling lucu sampai saat ini…. hahaha
Soal beginian tidak boleh ‘main-main’ loh eric…. harus benar-benar ada follow-up nya ya?
March 15, 2009 at 10:08 PM
@bu Rina& pak Edison: terimakasih ya atas penjelasannya.mudah2an aku jd makin sadar ttg family planning&bukan makin kuatir. @Eric: terimakasih atas undangannya buat family planning bersama. Syarat utamanya bisa buat family planning bersamaku adl sudah membaca: the Intelligent Investor-nya Benjamin Graham &sudah sukses mempraktekkannya, Sudah punya planning bersama financial planner&mematuhinya dg seksama
ada lagi ga yang aku lewatkan ga ya bu Rina&pak Edison?
March 15, 2009 at 10:46 PM
Bu Rina thx bgt sharingnya, wah harus lbh giat lg investasinya nih, ama cr penghasilan sampingan jg.
@ Felicia, ada orang yg udah tamat bc buku Benjamin Graham dan sudah mempraktekan ilmunya, mau…?
bung Nikken sptnya sudah saatnya memikirkan kopdar para pembaca blog, sptnya akan jd ajang perjodohan nanti, wehehe…
March 15, 2009 at 11:22 PM
Putrie_kampus Siapa tuh yg udh tamat baca the Intelligent Investor&udh sukses mempraktekkannya? Apakah Warren Buffet maksudmu? Kayaknya terlalu jauh baik jarak&usianya ya utk buat family planning bareng nih. Kl ide kopdar,setuju bgt kyk KDR gitu tp materinya seputar the Intelligent investor dan value investing Buffet ya.gmn tmn2?kyknya seru bgt tuh.pd mau ngundang ga org2 IMF&Bisnis5M?siapatau mrk bs terbuka pikirannya tuh
March 16, 2009 at 7:34 AM
wah Felicia tau aja klo yang saya maksud om Buffet
Oh iya bung hari ini hitsnya sudah tembus 200ribu tuh… ayo bagi2 doorprize lagi…
Congrats…. for this blog.
March 16, 2009 at 9:28 PM
Hehehe kalau kopdar…saya jadi nenek dari semua deh…. tp gk papa juga…. bisa sharing lebih banyak dengan yg lain
March 16, 2009 at 9:23 PM
Nah gitu donk… kan saya jadi bingung kalau malah Felicia jadi takut nikah. Oh ya… yang sudah membaca & mempraktekan BG, Bro Nikentobi…tp dia udah ada gandengannya… melakukan financial planning enggak usah sesudah menikah, mulai sekarang juga jauh lebih bagus.
March 17, 2009 at 3:23 AM
Iya aku juga yakin bro nikentobi udh mempraktekkan BG tp jgn-lah bro niken kan udh ada yg punya.nanti ada yg marah lho bu Rina.ok,so kesimpulannya dgn punya planning ga usah takut ya.ok mulai dibuka pendaftaran
March 16, 2009 at 9:17 AM
lucu2 nih komentarnya
tapi bener banget
butuh penghasilan lebih ketika istri mulai hamil
jadi harusnya sudah SIAP DANA dan SIAP GAJI ketika istri hamil. kalau belum siap ya jangan hamil dulu … daripada daripada …
apalagi yang alasan hamilnya gak disengaja atau tanpa perencanaan tiba-tiba hamil …
gitu kali ya …
mengaca dari pengalaman temen saya sih …
saya sendiri masih single … hehehe …
March 16, 2009 at 10:21 AM
Iya barusan saya dengar mamaku bilang tetangga ada yang punya anak 11 dengan pekerjaan cuma jualan gorengan. akhirnya anak-anaknya semua tidak ada yang sekolah dan anak-anaknya sedari kecil sudah bekerja di pabrik di daerah sekitar. Kasihan ya. Kenapa orangtua yang berbuat, anak yang jadi korban ya? Semestinya tugas sebagai orangtua kan mengasuh anak dengan baik sebagai titipan Tuhan.
March 16, 2009 at 9:59 AM
Walah… ada acara kopdar yah??? duh…. sedihnya lagi2 ga bisa ikut… Tapi boleh dunk share foto2nya biar bisa liat temen2 sesama pembaca blog terutama guantenge mba putri_kmps
March 16, 2009 at 11:28 AM
wahahaha bisa aja nih…
March 16, 2009 at 10:35 AM
kesimpulan sementara:
ikut program KB jauh lebih murah daripada punya anak (yang tidak direncanakan) …
@pak edison
wakil Presiden paling “pintar” itu kan sudah sempat jadi presiden, kan pak …
jadi yang bener mantan presiden paling pintar … hihihi
….
Edison: Bukan… wakil presiden yg saya maksud ini adalah wakil presiden dari ‘wakil presiden yg jadi presiden’ yg bro maksud.
March 16, 2009 at 12:23 PM
rasanya, mantan wapres dalam kurun waktu 10 tahun ini, yang punya istri banyak cuma satu orang, dan blom pernah jadi presiden
kalo dia jadi presiden, kayanya bisa didemo sama anti poligami, hehehe
March 18, 2009 at 2:14 PM
masa musti bilang Ham… Ha.. ga enak ach… *tapi benar ga ya…?*
March 19, 2009 at 11:05 AM
Setuju banget dengan perencanaan keuangan keluarga…walau orang tua bilang, “banyak anak banyak rejeki” atau “anak ada rejekinya sendiri-sendiri”, tapi saya merasa konyol aja kalau sampai nggak punya perencanaan sampai sekali.
Paling enggak, awal nikah sudah punya bayangan, nanti penghasilan sekian, pengeluaran sekian, kalau punya anak pengen disekolahin dimana, biayanya berapa, biar dia jadi kaya apa…bla…bla…
Cuman, kalau ada yang bisa bantu niy, saya sedang berpikiran untuk mencari side income, selain gaji dari kerja saya dan istri…any idea..??
March 19, 2009 at 11:25 AM
Panda, kalau saya sih punya penghasilan dari bisnis Orif 8-10 juta per bulan. Siapatau mau tambah2 bisa caritau tentang bisnis saya di http://www.peluangbisnismahasiswa.blog.com. Atau mau japri dengan saya di facebook aja. atau mau janjian ketemu biar jelas bisnisnya.
Maaf ya bro Edison jadi iklan nih.
March 19, 2009 at 2:30 PM
Facebooknya apa ya?
Linknya error tuh mbak
March 19, 2009 at 1:47 PM
Salam kenal Panda (tapi bukan Panda termehek-mehek ya?
)
Commentnya yg di ‘about me’ saya jawab di sini saja ya?
Kalau sekedar menambah pengetahuan umum ttg investasi melalui blog ini, mungkin ada baiknya dimulai dari apa itu investasi dan apa bedanya dengan spekulasi. (artikelnya di kategori Investasi vs Spekulasi). Setelah itu bisa membaca artikel perkenalan dengan berbagai ‘mahluk’ di dunia finansial, spt obligasi, options, dll….
Saya sendiri lebih merekomendasikan untuk membaca isi blog ini secara ‘urut’ dari artikel paling pertama
March 19, 2009 at 9:33 PM
Bro Edi…. ada facebooknya gk sih? ada yg tanya, temen2 di FPAI bikin FB n ngundang semua CFP & RFP, disana ada ada forum dialog. FB saya Rina Dewi Lina, add yah.
March 19, 2009 at 3:51 PM
Tx putrie_kmps udh kshtau. Kayaknya ada fenomena aneh deh blog-ku kalo pakai www jd ga bs dibuka.jd kalo mau buka blog-nya di peluangbisnismahasiswa.blog.com aja (ga pakai www) kalo mau ke facebook-ku e-mailku [email protected]
March 19, 2009 at 4:52 PM
Makasih mas edison..
buat mbak felicia, c u di FB y..
March 19, 2009 at 9:17 PM
yup betul wapres yang itu istrinya 3 dan anaknya 12 ini yang ketahuan lohh
March 29, 2009 at 9:00 PM
Banyak anak atau sedikit anak sebaiknya tergantung kondisi keuangan kita. Sayang juga, melihat orang yang sangat mapan, eh ternyata cuma punya anak 1 atau 2. Tapi, miris juga melihat orang yang pas-pasan anaknya sampai 5-6. Jadi, jangan di-generalisir.
Kalau secara karir dan finansial kita mampu utk punya anak 3, 4 atau lebih, kenapa membatasi diri hanya 1,2? Bukankah lebih banyak manusia berkualitas akan lebih baik? Sekali lagi, ini tidak bisa digeneralisir. Dan bagi yang banyak anak tidak perlu terlalu pesimis mengenai biaya, karena kita bukan satu-satunya penentu dalam kehidupan ini. Masih ada Penentu yang lebih tahu dan bijaksana daripada kita.
April 7, 2009 at 8:40 AM
Sekarang saya berumur 39 tahun. saya mempunyai anak 5, 4 laki-laki dan terakhir perempuan. Kalau tidak karena kesehatan istri, sebenarnya mau nambah. Saya menikah pada usia 22 tahun dan istri saya 19 tahun … pernikahan dini, gitu deh.
Saya mau sharing tentang keluarga saya, sebenarnya ini rahasia juga, tetapi untuk pembaca JS… OK deh. Terus terang, saya tidak terlalu pusing dengan banyaknya jumlah anak. Dan gambaran biaya sekolah seperti yg digambarkan Bu Rina DL, sangat baik … tetapi terlalu ideal untuk masyarakat Indonesia saat ini. Biaya hidup yg digambarkan juga sangat bombastis … nggak segitu lah biaya hidup kebanyakan rakyat kita. Apalagi di Jawa Timur.. tempat tinggal kami.
Ketika menikah di tahun 1992, gaji saya cuma 250 rb…. tetapi sampai hari ini saya sanggup mencukupi kebutuhan keluarga… paling2 sekitar 5 jt sebulan dlm kondisi normal. Itupun sudah termasuk ongkos jalan saya, biaya kuliah saya, biaya sekolah 2 anak saya di Pondok Gontor (tentu lebih mahal dari sekolah Negeri). Alhamdulillah masih bisa saving sekitar 4 jt sebulan.
Tentang biaya hidup … menurut saya keluarga besar dengan keyakinan besar pula…banyak berkahnya. Bayangkan, setiap tukang sayur selalu berhenti di depan rumah saya, karena keluarga saya konsumsinya sangat besar (dua orang adik istri saya, ikut dg kami). Dan tentu mereka bersaing untuk memberi pelayanan terbaik kepada kami, termasuk masalah harga.
Tentang biaya hidup… alhamdulillah selalu ada lauk dan nasi yg cukup di keluarga kami. Belanja 25 rb sehari (berarti cuma 900 rb sebulan kan ?) untuk lauk dan sayur sudah sangat berlebih disini. Kami memang jarang makan diluar, kecuali sebulan sekali.
Sekolah anak2 juga murah kok…. dulu 4 anak laki2 saya sekolah di SD negeri…. gratis… tinggal uang saku, seragam dan buku. Anak saya juga gak aneh2, uang saku cuma 2 rb sehari, itupun selalu mereka sisihkan untuk menabung dan pengamen yang lewat. Malam minggu masing2 saya kasih 5 rb. alhamdulillah mereka biasa hidup hemat.
Ketika mulai memasukkan anak ke Pondok (sekitar usia SMP, perlu diketahui biaya di pondok jauh lebih besar dibanding SMP Negeri) istri saya menjalankan bisnis, karena anak2 sudah mulai besar dan nggak terlalu repot mengurusnya. Bisnis ini dijalankan dengan niat membantu biaya pondok anak I (krn waktu itu gaji saya baru 4 jt), alhamdulillah meskipun kecil … penghasilan istri sekarang bisa dipakai untuk membiayai 3 orang di pondok yg masing2 sekitar 600 rb sebulan).
Karena biaya sekolah dan pondok sekarang semuanya ikut saya (alhamdulillah penghasilan saya sekarang sekitar 10 jt), maka hampir seluruh penghasilan istri di tabung untuk persiapan masa depan. Sehingga tabungan bulanan kami adalah 4 jt dari sisa penghasilan saya, dan penghasilan istri yg saya tidak tahu persis jumlah per bulannya.
O ya … rumah kami memang sempit… sekitar 96 m2, tetapi saya juga mengontrak rumah tetangga seluas itu juga. Mungkin tahun ini rumah tetangga tsb akan saya beli.
Sekali lagi mohon ma’af, bukan maksud saya untuk menyombongkan diri. Tetapi sekedar sharing beserta data yg jujur, bahwa rejeki itu harus diyakini dan dikejar.
April 7, 2009 at 8:46 AM
Koreksi dikit, biaya belanja harian sekitar 30 rb saja.
Tambahan dikit, Anak saya yg paling kecil, sekarang sekolah di sekolah islam … uang pangkalnya 3 jt, bulanannya 200 rb an.
April 7, 2009 at 11:05 AM
Wah pencerahan sekali bapake fahmi. Mungkin saya harus pindah ke Jawa timur spy biaya bs pd murah
jd awalnya adl kebiasaan hdp hemat ya pak?jd anak2 ga nuntut byk. Aku seneng sama anak2. Tp kl liat anak2 tetanggaku mikir ratusan kali deh kl mau pny anak,bentar2 anaknya minta jajan,kl ga diksh nangis. mending jajannya yg bener. Jajannya minuman&mkn yg ga dijamin kesehatannya. Minta bantuan bapake fahmi,ibu Rina DL atau yg lain. Gmn ya spy mendidik anak dg kebiasaan hdp hemat.
April 7, 2009 at 2:11 PM
Fel… kayaknya kalo anak itu akan liat juga cara orang tuanya. Kadang ada juga orang tua yang ngajarin atau teriak-teriak ‘nabung, jangan boros’ tapi si ortu nya malah yang boros dan ga bisa nabung. Kayaknya kalo pengen anak-anak kita bisa ga boros, kita sebagai orang tua juga harus mendisiplinkan diri sendiri dulu, dengan demikian anak akan bisa belajar dari kebiasaan dan tindakan kita. weh… sok amat yah?? Nikah juga belum alih-alih ngomongin anak.
@Bu Rina n Bapake Fahmi
Aku setuju dengan Bapake Fahmi, biaya kebutuhan orang per orang jelas akan berbeda. Tapi aku juga setuju dengan Bu Rina semua perlu persiapan karena jika kelak terjadi sesuatu yang ga diharapkan minimal kita ada persiapan. Nah kalo ga punya persiapan sama sekali dan menyerahkan semua pada tangan nasib walau kita berusaha semaksimal mungkin….?? Hm… aku rasanya ga siap. Karena kita ga tau, kapan nasib akan baik atau buruk terhadap kita walau dah usaha semaksimal mungkin. But still, thanks buat sharenya….
April 7, 2009 at 5:38 PM
bapake Fahmi, yang luar biasa……
Kehidupan di Jakarta dan daerah memang berbeda. Biaya makan sehari-hari memang tidak terlalu besar, tetapi biaya diluar itu yang tidak bisa ditawar, seperti transportasi. Kalau di daerah anak-anak pulang sekolah masih bisa pulang kerumah untuk makan dan istirahat, baru pergi lagi untuk pergi les.
Dijakarta tentunya tidak bisa, sehingga anak dari pagi baru sore sampai dirumah. Anak saya yang kecil berangkat dari rumah jam 5.30 (masuk sekolah jam 6.30 selesai jam 14.00), dengan membawa bekal makanan dan minuman, tapi itupun tidak cukup sampai sore hari.
Biaya sekolah di daerah & Jakarta rasanya sih berbeda. Anak saya bersekolah di SMP negeri, dan Allahamdullilah dia masuk sekolah tersebut karena berprestasi. Walaupun sekolahnya mendapat BOS, tetap saja ada biaya yang dikeluarkan. Salah satu contoh, untuk biaya perpisahan (sekarang kelas 3 SMP) dan buku kenangan 1 anak biayanya
Rp. 640.000,-. Untuk persiapan ke SMUN 6 atau 70, uang pangkalnya antara 12 -15 juta. 5 tahun lalu anak saya yang besar iuran bulannan disekolah ini Rp. 250.000,- tahun ini kira2 Rp. 500.000,-. Kalau sekolah swasta SMU uang pangkalnya antara 20 juta – 40 juta tergantung dari sekolahnya. Beruntung anak saya enggak ada yg mau disekolah swasta, makanya sekarang anak bontot saya mati-matian belajarnya.
Saya sendiri pernah pernah bermimpi, bila saja saya tinggal di Bandung (daerah kelahiran saya) dengan penghasilan sekarang, mungkin saya bisa menyisihkan setiap bulannya 10 juta….. bapake Fahmi memang orang yang beruntung….
April 7, 2009 at 5:56 PM
MENGAJARKAN ANAK BERHEMAT
Tentunya tidak gampang mengajarkan anak untuk berhemat.
Saya mo crita yang simple aja. Kalau anak2 saya mau membeli barang konsumtif, misalnya IPOD dll, saya tidak pernah membelikannya sepenuhnya, selalu harus patungan dengan anaknya, jadi saya nyumbang berapa gitu. Kebetulan anak-anak saya kalau ada kemauannya dia bisa menabung, ditambah kedua anak saya suka dapat uang kalau mereka menang bertanding (hadiah pertandingan dari grupnya). Anak saya yang besar juga fotomodel kecil2an, dan dia juga suka dapat uang dari luar.
Pada intinya keinginannya diluar kebutuhan pokok, semua harus ada kontribusi dari anak juga. Untuk mengajarkan bahwa tidak mudah untuk mendapatkan sesuatu.
Sekarang ini anak bontot saya berencana untuk liburan ke Malaysia & Singapore setelah lulus ujian, nah yang seperti ini saya urun ongkos ditambah uang makan disana plus buat oleh-oleh sedikit, sisanya…. terserah anaknya…. makanya dia rajin menabung. 2, 5 th lagi anak bontot juga berencana ingin ke LN yang lebih jauh, dari mulai tahun kemaren sudah saya ajarkan untuk berinvestasi di RD, dan dia mulai menyisihkan uangnya, walaupun tetap saya nambahin.
Uang saku anak-anak saya diberikan bulan (yg besar) dan mingguan (yg kecil) dan mereka jarang sekali kekurangan uang. Karena bila kekurangan dari uang sakunya, saya akan anggap dia pinjam dari uang saku berikutnya, dan akan dipotong.
Walaupun kita sudah mengajarkan sebaik-baiknya.. kadang ada juga rasa enggak tega kalau dia minta sesuatu dan jarang saya tidak bisa penuhi, jadi sekali-sekali ada borosnya (tapi jarang).
Kebetulan saya dan suami bukan orang yang boros, tapi manusiawi kadang-kadang juga laper mata.
Tidak ada manusia yang sempurna (heheheh cari pembenaran)
April 7, 2009 at 7:37 PM
Terimakasih untuk Bapake fahmi, Bu Rina dan San, mudah2an pas aku punya anak bisa mempraktekkan itu semua. doain ya.
April 7, 2009 at 7:38 PM
wah Bu, sekolah di Bandung sekarang juga mahal euy… Kira-kira dua tahun yang lalu, uang masuk SMUN 3 sudah hitungan jutaan juga. Bulanannya juga ratusan ribu. Saya lihat biaya hidup di Bandung juga ga terlalu jauh bedanya sama jakarta. Tapi, at least Bandung ga muacceettt.. kecuali wiken waktu orang jakarta pindah ke Bandung semua, hehe ^^;;
Yang saya lihat, salah satu cara untuk menghemat biaya pendidikan di kota besar adalah dengan beasiswa/potongan diskon karena prestasi. Alhamdulillah ade saya beruntung sekali karena masuk ketika ada tawaran beasiswa full dari pemerintah. Padahal, kalau masuk sekolahnya sekarang, biayanya bisa lebih dari 3 juta/bulan ^^;;
April 7, 2009 at 11:45 PM
Masih tetap lebih murah di Bandung kok…. itu kampung halaman saya…. anak saya pun sekarang kuliah di Parahyangan Bandung…. Tetap lebih murah dibanding jakarta…. perbangingannya…seperti ini : biaya makan & tansportasi anak saya di Bandung tanpa kost & transportasi PP ke jakarta, 1,6 x uang saku & transportasi anak saya 3 tahun lalu ketika dia masih SMA di jakarta.
April 8, 2009 at 12:44 AM
Pardon me.. Biaya di bandung 1,6 kali biaya di jakarta? berarti lebih mahal dong Bu…
Kalo dianggap biaya makan setara dengan uang saku, asumsi inflasi 10%, biaya di jakarta saat ini 1,33 kali biaya jakarta 3 tahun yang lalu.
Well, biaya anak SMU dan Kuliah memang beda sih ^^;;
Menarik, nanti saya coba itung2an sama kakak saya. Soalnya saya kalo mudik ke Bandung duit habis ya sama aja
(not include biaya PP Jkt – Bdg ya..).
April 8, 2009 at 9:03 AM
ooooh salah tulis…maksudnya uang saku & transportasi di jakarta 1 bagian (hanya untuk uang saku & transportasi untuk urusan sekolah) berarti dg inflasi 10% selama 3 tahun menjadi 1.33. Nah dibandung ini sudah termasuk makan diluar jam sekolah dan transportasi, kata anakku uang bensin dari tempat tinggal dia ke sekolah itu cukup dengan 10 liter sebulan sudah dengan kegiatan dia dikampus, waktu di jakarta bensinnya 1,5 liter sehari, naek motor, dibandung juga naek motor yang sama (hehehe motornya blum diganti).
Dibandung 1,6 bagian dia sudah termasuk biaya internet (katanya 150 ribu sebulan orang yang bantu2 dia bersih2, tp saya enggak tau berapa besarnya rupiahnya .Biaya yang saya berikan 1,6 bagianuntuk hidup dia sebulan). Kalau saya hitung2 berarti kan nambahnya hanya 0.27 bagian.
April 7, 2009 at 7:47 PM
Wah hebat ya Konobe! pantes bro Edison jadiin Konobe partner di JS!
April 8, 2009 at 5:30 PM
Makasih, bu Rina DL atas masukannya. Walaupun dulu saya tinggal di Jakarta tahun 1988 s.d. 1996. Pada kenyataannya sekarang saya tidak terlalu paham detil kondisi kehidupan di Jakarta, itupun anak saya saat terakhir disana masih 2 dan belum sekolah … paling2 hanya denger2 harga kontrakan di rumah petak dlm gang seharga 600 rb. Rumah petak kayak gitu emang gak laku disini… kalaulah laku paling2 sekitar 100 rb per bulan.
Saya sangat beruntung bisa pindah ke Jatim. Di pinggiran kota Surabaya. Benar mbak Rina… kalau disini, anak sekolah bisa pulang dulu, sholat dan makan. Baru berangkat les. Sekolahpun juga pakai sepeda… nggak perlu ongkos angkut. saya juga (sebelum pindah kantor ke gresik) berangkat ke kantor naik motor…cuma 3 km.
Btw…Makasih atas masukannya…
Jawa…apalagi kota kecil, emang benar2 hemat. Mari…mari…. ramai2 kembali ke kampung halaman. Karena disana…harapan itu masih ada…..