November 28, 2008...2:00 PM

E-mail Heboh Mengenai Krisis Ekonomi (tamat)

Jump to Comments

Ini adalah bagian terakhir dari pembahasan mengenai e-mail Rina Sutarto dan komentar dari Imam Semar. Lagi-lagi, e-mail Rina ditampilkan dalam warna biru, komentar Imam Semar dalam warna merah dan komentar saya dalam warna hitam

—–oOo—–

RINA: Hutang luar negeri kita sangat2 kecil saat ini dan cadangan devisa kita jauh lebih kuat daripada tahun 97/98. Dulu hutang luar negeri kita 100% dan cadangan devisa kita nol. Saat ini kita juga tidak ada hubungan lagi dengan IMF. Semua hutang kita itu independent.

IMAM SEMAR: Surat Hutang Negara (SUN) Indonesia tidak laku. Dulu bunga pinjaman IMF hanya 3% – 6%, dengan SUN bisa di atas 10%. Beban bunganya lebih berat. Pakistan dapat pinjaman dari IMF dengan bunga 6% – 6.5% [link:]. Ukrania dapat dengan bunga 4% [link]. Indonesia ini bodoh atau pinter sih?

EDISON: Dalam hal ini, saya kurang mengerti apa yang dimaksud RINA dengan hutang luar negeri kita 100%, dan juga tidak jelas 100% itu adalah dibandingkan dengan apa? Informasi RINA mengenai cadangan devisa yang dikatakan NOL juga kurang tepat karena setahu saya pada krisis 97 cadangan devisa Indonesia adalah kira-kira sebesar 20 Milyar Dollar.

Memang saat ini banyak sekali orang yang tertarik untuk membandingkan kondisi sekarang dengan tahun 97, karena khawatir kondisi saat itu akan berulang. Dalam beberapa hal, kondisi Indonesia saat ini berbeda dengan kondisi saat itu:

Pra krisis 97, negara kita menganut sistem mata uang Managed Floating (mengambang terkendali), yang berarti pemerintah ‘wajib’ menjaga nilai tukar mata uang dalam batas tertentu. Akibatnya, ketika nilai tukar Rupiah melemah sampai 600% (dari sekitar 2500 menjadi hampir 16000), cadangan devisa banyak tersedot untuk upaya intervensi menjaga nilai tukar Rupiah.

Pada saat ini, negara kita menganut sistem mata uang Free Floating (mengambang bebas), dan pemerintah tidak ‘wajib’ untuk menjaga nilai tukar rupiah di batas tertentu. Sistem ini akan lebih ringan di ‘kocek’ pemerintah. Saya pribadi ragu Rupiah akan terjun bebas hingga 600% dari nilainya yang sekarang (1 US$=60-70 Ribu Rupiah?!?). Oleh karena itu, jalan cerita ‘krisis’ kali ini rasanya akan berbeda dari jalan cerita yang lama.

Selain hal di atas, dalam beberapa segi, memang kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun 97 (misalnya dalam Current Account, regulasi sektor perbankan, dll). Jadi, di atas kertas, memang kondisi Indonesia saat ini lebih siap utk menghadapi krisis dibandingkan dengan pada tahun 97. Hanya saja, krisis ekonomi saat ini juga sepertinya akan lebih dashyat dibandingkan krisis waktu itu. Apakah persiapan Indonesia sudah cukup? Ini yang akan menjadi bahan perdebatan.

Masih dalam bagian ini, komentar Imam Semar juga agak menarik untuk dilihat, terutama seputar pertanyaannya tentang ‘Indonesia ini bodoh atau pinter sih?. Imam Semar mempertanyakan ‘kepintaran’ pemerintah karena meminjam uang dengan bunga 10%+ (dengan SUN) padahal Pakistan bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga hanya 6-6,5% dan Ukraina hanya membayar bunga 4%.

Dalam hal ini, perbandingan yang dilakukan oleh Imam Semar agak kurang ‘adil’. Mungkin karena terlalu ‘bersemangat‘ dalam menulis komentarnya, sepertinya Imam Semar lupa bahwa pinjaman dari IMF untuk Pakistan dan Ukraina termasuk dalam kategori ‘bantuan’ dan termasuk hutang ‘lunak’ sehingga bunganya lebih ringan dibandingkan dengan SUN (Surat Utang Negara) yang merupakan hutang ‘komersil’.

Selain hal di atas, pinjaman kepada Pakistan dan Ukraina adalah dalam mata uang US$, sehingga jika ingin melakukan perbandingan, tentunya harus dengan SUN yang bermata uang US$. Terakhir kali pemerintah menjual SUN dalam US$ adalah pada bulan Juni kemarin. Yield SUN yang dijual tersebut berkisar dari 6,7% (jatuh tempo 6 thn) hingga 8,1% (jatuh tempo 30 thn). Ini tentunya masih jauh dari angka 10% yang disebutkan Imam Semar.

Mungkin sebagian pembaca lalu bertanya, jika memang meminjam kepada IMF bisa lebih murah, mengapa harus meminjam melalui SUN? Alasan utamanya dalam hal ini adalah karena negara yang meminta bantuan kepada IMF akan ‘dicap’ negatif oleh para investor global. Label ‘negatif’ ini akan membuat pemerintah justru harus membayar lebih mahal ketika menerbitkan obligasi di kemudian hari karena dianggap beresiko tinggi untuk gagal bayar. Inilah sebabnya meminjam dari IMF bisa dikatakan hanya merupakan alternatif terakhir ketika memang tiada jalan lain lagi.

—–oOo—–

RINA: Bagi kalian yang punya reksadana di saham, kalo nilai investasi kalian sudah di bawah 50%, biarkan saja, jangan dijual karena kalo kalian jual maka uang kalian benar2 akan tinggal dikit. Biarkan saja nanti balik lagi…tapi kali ini memang lama….minimal 2 tahun bahkan lebih. Sekali lagi ini krisis yang sangat besar, terbesar sepanjang masa ekonomi dunia modern.

IMAM SEMAR: Seorang investor harus punya exit strategy, trailing stop misalnya. Kalau trailing stop anda adalah 50% (atau 40% atau 25% atau berapalah). Maka setelah lewat 50%, anda harus exit. Kami jadi ingat nasehat kami kepada beberapa email yang masuk. Ada di antaranya dari seorang ibu rumah tangga yang beli BUMI di Rp 7000 dan waktu itu harganya Rp 5600 (sudah rugi 20%). Saran kami, bahwa ekonomi akan memburuk dan saham akan jatuh. Dia bisa beli lagi dengan uang yang sama dan dapat lebih banyak. Kalau dia mau beli sekarang bisa dapat 5 kali lebih banyak. Bahkan kalau mau tunggu lagi bisa dapat 20 kali lebih banyak.

EDISON: Kalau menurut ‘aliran’ yang saya anut, mungkin komentar Imam Semar lebih tepat jika diubah menjadi ‘Seorang SPEKULATOR (bisa juga TRADER) harus punya exit strategy, trailing stop misalnya‘.

Meskipun saya pribadi tidak melakukan analisa fundamental terhadap saham BUMI, tetapi firasat saya mengatakan bahwa seorang Investor (berdasarkan definisi Ben Graham) kemungkinan besar tidak akan membeli saham BUMI di harga Rp 7000.  

Bagi para pembaca blog ini, cobalah ingat kembali 3 syarat yang dikemukakan Graham agar sesuatu bisa disebut sebagai investasi. Apakah menurut anda apa yang dilakukan oleh ibu rumah tangga tersebut lebih tepat dikatakan sebagai investasi atau spekulasi?

—–oOo—–

Ini merupakan akhir dari artikel seri ini. Dengan selesainya artikel ini, saya harapkan teman-teman pembaca blog bisa mendapatkan gambaran yang cukup jelas tentang pandangan saya terhadap e-mail Rina tersebut. Mudah-mudahan ini akan memberikan perspektif yang baru bagi teman-teman.

11 Comments

  • kurs dollar = 60-70 ribu rupiah? ngeri sekali rasanya. Semoga hal ini tidak terjadi.

  • Yah, value BUMI yang begitu besar dijual murah seharga Rp600 kemarin ini.
    Sebagai penggemar B.G pastinya ini transaksi yang baik.
    Kalau tentang reksadana, baik nya saat turun kemarin itu memang ditarik untuk di invest kembali pada harga bawah. walaupun kita mendapatkan loss dari harga jual, tapi kita akan mendapatkan tambahan unit lagi dari harga bawah, dan profit lebih banyak dalam jangka panjan (5tahun).

    salam,
    hanya sebuah ide dari seorang pemula.

  • @ferdynando
    kalo saat NAB turun lalu kita realisasi loss lalu beli lagi utk dpt UP lbh byk kayaknya kurang pas dech! Pertama, sblm diredeem, lost qt kan blm real. Kasih wkt pjg n qt bisa enjoy kenaikan NAB. Nah dah naik slnjtny tsrah anda. Kedua, pertimbangkan biaya exit. Kan ada fee jual? Dah kena loss kena fee juga,brp bsr ruginya? Inget! Rule no. 1 never lost ur money! Menurutku kalo reksadana itu ‘ok’ n layak dipertahankan, yg ada jgn dilepas, ada duit dingin baru, saat NABnya turun gini, beli lagi (buy on weakness). Jadi bisa menutupi jml UP yg sdkt diperoleh saat NAB tinggi. Cuma pendapat lho ya!

  • Baca kontan jum’at kemarin? Redemption reksadana kena pajak 0.05% berlaku mulai januari 2009!!! Yang punya info jelas, detilnya, tolong dishare…. Makasih

  • maaf kurs dolar sampai dengan 70rb?

    jika itu terjadi, (dan saya harap tidak terjadi)…
    siap-siap mengencangkan ikat pinggang

  • @ erween
    kurs dolar 70rb, jgn kencengin ikat pinggang tapi longgarin. Karena begitu cadangan dollar kita dijual, berapa coba nilai rp yg didapet? He he :D

  • jadi ngerti saya sekarang bang mau ngapain. thanks.

  • untuk bahasan yang terakhir kog masi ngambang bro…
    memang klo seorang investor yg menerapkan value investing ga bakal masuk saat indeks lg tinggi2nya,tp klo saat itu blm kenal value investing n sekarang berkeinginan mempraktekkan value investing tindakan apa yg dpt diambil terhadap portfolio yang nilainya tinggal 50%??

  • @Blazy DK
    Good question.. super.. ;)

    Saya tahu bro Ed lebih menekankan supaya tidak (lagi) menembak dengan big gun dan menghabiskan peluru tanpa dapat melihat target dengan jelas apalagi tanpa keahlian menembak yang baik. Tapi mau tahu juga nih apa pendapat/saran bro Ed terhadap kasus tersebut..

  • @blazy & toto_lutu

    Yang blazy tanyakan kira-kira adalah :

    ‘bagaimana dengan investor yang sudah salah langkah sejak dahulu dan baru sekarang mengenal value investing?’

    Ini kasus yang banyak terjadi. Banyak teman-teman yang ‘nyangkut’, dan bingung portofolionya yang lama mau diapakan.

    Jawabannya sederhana saja:

    Pertama-tama, tanyakan apakah kita memposisikan diri kita sebagai seorang investor pasif atau aktif? (baca yg tidak tahu ini apa artinya, baca artikel lama ini)

    Jika kita adalah seorang investor pasif, maka cek kembali apakah isi keseluruhan portofolio kita sudah sesuai dengan apa yang disarankan oleh Graham. Apakah pilihan reksadana kita sudah ‘benar’? (low-cost, no-load, broad diversification index fund). Jika tidak, maka tentunya ini harus diperbaiki. Selain itu bagaimana komposisi seluruh portofolio kita? Apakah sudah berisi saham DAN obligasi dalam porsi yg ‘pas’ untuk kita?

    Jika misalkan kita adalah investor aktif yang berinvestasi melalui saham secara langsung, maka tentunya kita harus melakukan analisa kembali terhadap fundamental dari seluruh perusahaan yg sahamnya kita miliki. Apakah fundamental perusahaan tersebut bagus? Jika ternyata bagus, tentunya saham tersebut dipertahankan. Tetapi jika tidak, tentunya kita harus ‘keluar’…

    PS: Analisa fundamentalnya dalam hal ini bukan ‘analisa fundamental karbitan’ ya? (sekedar lihat rasio-rasio sederhana, lalu mengklaim sudah melakukan valuasi :) )….

  • Bung edison, bisa lebih detil lagi maksud low cost, no load n broad diversification index fund? Lalu yg disebut analisa fundamental beneran tuh (versi bung edi) apanya aja? Thanx


Leave a Reply