September 18, 2008...6:55 PM

Pelelangan SUN

Jump to Comments

Dalam blog ini, sudah beberapa kali saya menyinggung mengenai pelelangan SUN (Surat Utang Negara). Oleh sebab itu, saya pikir ada baiknya saya menulis artikel pendek untuk menjelaskan pelelangan SUN ini.

Seperti kita tahu, untuk memenuhi kebutuhan belanja Negara, salah satu sumber dana yang dipakai oleh pemerintah kita adalah penerbitan surat utang negara (obligasi negara), alias ‘ngutang‘. Obligasi terbitan suatu negara (dalam mata uang sendiri) biasanya dianggap relatif aman. Ini karena secara ‘teoritis‘, pemerintah akan selalu bisa membayar bunga dan pokok obligasi tersebut, misalnya dengan mencetak uang ataupun menaikkan pajak.

Pelelangan SUN di Indonesia diikuti oleh 18 perusahaan yg berstatus sebagai Dealer Utama, yaitu :

  • Citibank N.A.
  • Deutsche Bank AG
  • HSBC
  • PT. Bank Central Asia, Tbk
  • PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.
  • PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk
  • PT. Bank Lippo, Tbk
  • PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk
  • PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
  • PT. Bank Panin, Tbk
  • PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk
  • PT. Bank Permata, Tbk
  • Standard Chartered Bank
  • JPMorgan Chase Bank NA.
  • PT. Bahana Securities
  • PT. Danareksa Sekuritas
  • PT. Mandiri Sekuritas
  • PT. Trimegah Securities, Tbk

Selain diikuti oleh 18 Dealer Utama di atas, pelelangan SUN juga diikuti oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan BI (Bank Indonesia).

Dalam pelelangan SUN, ada beberapa tipe SUN yang biasanya dilelang:

  • Seri FR (Fixed Rate), yaitu obligasi yang memberikan bunga tetap.
  • Seri VR (Variable Rate), yaitu obligasi yang memberikan bunga variabel/berubah-ubah. Patokan dari suku bunga obligasi ini adalah rata-rata tertimbang dari hasil lelang SBI 3 bulan.
  • Seri ZC (Zero Coupon). Obligasi tipe ini tidak memberikan kupon bunga, tetapi dijual dengan diskon yg besar, misalnya Obligasi Rp 1 juta dijual dengan harga Rp 400 ribu, sehingga hasil yang didapatkan oleh pembeli obligasi seri ini adalah berupa kenaikan harga obligasinya.
  • Seri SPN (Surat Perbendaharaan Negara). Obligasi tipe ini merupakan obligasi jangka pendek (1 tahun). Tanggal jatuh temponya bisa dilihat dari kode SPN itu. Misalnya SPN 20090731, berarti jatuh temponya adalah 31 July 2009.

—–oOo—–

Pelelangan SUN merupakan suatu jenis pelelangan yang kerap dikenal sebagai Dutch Auction. Berikut adalah ilustrasi sederhana ‘ala JS’ mengenai jalannya pelelangan ini:

Pemerintah sedang membutuhkan dana dan ingin mengumpulkan dana ini melalui penjualan obligasi. Misalnya dalam contoh ini pemerintah lalu mengumumkan kepada para investor Hai semuanya, saya mau meminjam uang dengan nilai total Rp 5 Triliun, siapa yang mau meminjamkan kepada saya?’.

Para Dealer Utama, LPS, dan BI lalu menjawab ‘Kita sih ada dana, tetapi kalau kasih pinjam, kita diberi bunga berapa?’

Pemerintah lalu menjawab ‘Yah saya cari bunga yang paling murah dong pastinya. Begini saja, kalian semua masing-masing masukkan penawaran kalian, mau kasih saya pinjam berapa dan bunganya minta berapa? Nanti yang bunganya paling kecil yang saya ambil’.

Para Dealer Utama, LPS, dan BI lalu masing-masing menulis penawarannya di dalam amplop. Setelah amplop tersebut dibuka, ternyata ada yang menulis:

  1. Saya mau kasih pinjam 1 Triliun, tapi minta 10% ya bunganya?
  2. Saya mau kasih pinjam 2 Triliun, tapi minta 12% ya bunganya?
  3. Saya mau kasih pinjam 3 Triliun, tapi minta 14% ya bunganya?
  4. Saya mau kasih pinjam 4 Triliun, tapi minta bunganya 15%

Pemerintah lalu mengumumkan wah, ternyata dana yang ditawarkan itu melebihi apa yg saya perlukan (kondisi ini dikenal sebagai Over-subscribed). Oleh sebab itu, saya ambilnya dari yang paling murah saja…’.

Dalam hal ini, tawaran yang diambil oleh pemerintah adalah sebesar Rp 5 triliun dengan komposisi:

  • Rp 1 Triliun dengan bunga 10%
  • Rp 2 Triliun dengan bunga 12%
  • Rp 2 Triliun dengan bunga 14% (meskipun yg ditawarkan dengan bunga ini ada Rp 3 triliun)

Setelah itu pemerintah akan menghitung nilai Weighted Average (Rata-Rata Tertimbang) dari penawaran yang masuk. Weighted Average adalah angka rata-rata yang mempertimbangkan ‘bobot’ dari setiap datanya. Dalam hal ini, tawaran bunga 12% dan 14% mempunyai ‘bobot’ yang lebih karena besarnya Rp 2 triliun, sedangkan tawaran bunga 10% hanya ‘berbobot’ Rp 1 triliun.

Weighted Average untuk contoh di atas adalah 12,4% yang didapat dari {(1×10%)+(2×12%)+(2×14%)}/5.  Agar tidak ada ‘protes’ dan ‘kecemburuan sosial’, para pemenang pelelangan tersebut mendapatkan bunga yang sama, yaitu sebesar 12,4% ini.

Perlu diketahui bahwa dalam pelelangan SUN, pemerintah tidak wajib untuk mengambil tawaran yang ada.

—–oOo—–

Sebagai seorang investor yang memiliki portofolio obligasi, saya biasanya lumayan rajin mengikuti berita hasil dari pelelangan SUN. Ini karena hasil dari pelelangan SUN ini bisa memberikan gambaran kasar tentang bagaimana ‘mood’ pasar. Jika pasar sedang ‘tenang’, maka bunga di pelelangan SUN akan rendah. Sebaliknya, jika pasar sedang dilanda ketidak-pastian, para Dealer Utama yg merupakan ‘pemain besar’ akan meminta bunga yang tinggi.

Seperti yang saya tulis dalam artikel B.B kemarin, dengan kondisi yang sangat tidak menentu di dunia finansial saat ini, bunga yang diminta naik sangat drastis dibandingkan dengan pelelangan sebelumnya. Yield yang diminta utk SPN20090731 yang jatuh tempo tidak sampai 1 tahun lagi (shg bisa dikatakan resikonya kecil sekali), naik dari 10,5-11%  hingga menjadi 12,21875% -15,5%. Akibatnya semua penawaran ditolak oleh pemerintah.

Apa konsekuensinya? Tentu saja ini berarti tidak ada dana yang masuk. Dalam jangka pendek, jika kondisi ini terus terulang, mungkin pemerintah masih sanggup ‘bertahan’. Tetapi bagaimana jika kondisi di atas terjadi dalam waktu yang relatif lama? Karena memang ‘butuh’, pada akhirnya pemerintah akan terpaksa juga mengambil pinjaman dengan bunga yg relatif tinggi tersebut.

Trend Yield/hasil dari pelelangan SUN ini, juga akan tercermin ke suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). PUAB adalah suku bunga yang dikenakan oleh suatu bank ketika meminjamkan uangnya ke bank lain. Umumnya, jika Yield dari pelelangan SUN ini naik, suku bunga PUAB juga akan naik. Ini tentu saja logis, karena bank akan berpikir Meminjamkan kepada negara saja yg relatif aman, saya minta bunga besar,  apalagi kalau pinjamin ke kamu (bank lain). Kan resikonya lebih tinggi’.

Jika suku bunga PUAB terus-menerus di atas tingkat yang tinggi, tentunya lama-lama bunga yang tinggi ini akan ‘dioper’ kepada masyarakat. Bank-bank akan mengenakan bunga kredit yang lebih tinggi. Ini juga tentunya logis karena bank akan berpikir ‘Kasih pinjam pemerintah, saya minta bunga tinggi. Kasih pinjam bank lain juga minta bunga tinggi. Tentunya kalau kasih pinjam kalian (individu dan perusahaan) harus bunga yg lebih tinggi lagi karena resikonya semakin tinggi.’

Selain mempengaruhi suku bunga kredit, perlahan-lahan PUAB ini tentunya juga akan tercermin ke suku bunga tabungan dan deposito. Ini karena sebagian bank akan berpikir Daripada pinjam kepada bank lain yg minta mahal, lebih baik saya naikkan saja suku bunga tabungan dan deposito saya agar dana masyarakat lari ke saya’.

Fenomena di lapangan saat ini, dimana bank-bank menawarkan bunga deposito yang tinggi (hingga di atas suku bunga wajar yang ditentukan oleh LPS), salah satu penyebabnya adalah kondisi yang saya ceritakan di atas.

EDIT: Ada info tambahan yang lupa saya tuliskan di artikel ini. Informasi pengumuman pengadaan lelang dan juga hasil lelang SUN bisa dilihat di situs DirJen Pengelolaan Utang, yaitu http://www.dmo.or.id/

7 Comments

  • menurut saya wajar, kalau risiko tinggi dikenakan bunga yang tinggi pula.

  • Sewaktu tertarik dengan obligasi, saya sempat menceritakannya kepada ibu saya. Waktu itu, dia agak lumayan pesimis karena dia ingat ayahnya pernah investasi dalam bentuk obligasi di jaman masa pemerintahan Sukarno yang pada akhirnya samasekali tidak dibayarkan kembali ke kakek saya.

    Sejauh ini, setiap membaca mengenai investasi dikatakan bahwa obligasi negara merupakan investasi yang aman serta sangat rendah resikonya karena bila terjadi sesuatu dan pemerintah tidak ada dana untuk membayar maka tinggal menaikan pajak saja untuk mendapatkan dana. Tapi kok setelah membaca post ini, ada semacam kekhawatiran yang muncul dalam diri saya?

  • hahaha, saya suka comment sis yg ini..

    Tapi memang banyak generasi di atas kita (yg sempat mengecap kehidupan di jaman Soekarno) yang ‘trauma’ dengan obligasi karena teringat dengan obligasi jaman Orde lama.. Ketika ORI 1 keluar beberapa tahun yang lalu pun, seorang kepala cabang bank yang akrab dengan saya berkata kepada saya ‘ngapain beli ORI, nanti spt jaman papa saya di orde lama, gak dibayar‘.

    Memang betul bahwa obligasi negara spt ORI pun masih ada resikonya (meskipun obligasi itu dalam mata uang sendiri), biarpun resiko ini kecil sekalipun.

    Itu juga sebabnya mengapa saya menyelipkan kata relatif aman’ dan ‘secara teoritis:)

    Kalau saya pikir, mungkin ini kasusnya sama seperti kita yang tetap naik pesawat meskipun kita tahu bahwa pesawat bisa kecelakaan, dan biasanya kalau kecelakaan, jarang ada yg selamat.

    Ini karena kita tahu bahwa persentase kecelakaan pesawat itu sangat kecil. Kalau tidak salah ingat, saya pernah baca artikel bahwa kemungkinan seseorang untuk meninggal dalam kecelakaan mobil malah lebih besar daripada meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang. Tapi entahlah kalau pesawatnya itu milik airline ‘budget’ Indonesia :)

    Jadi melantur…hahaha, anyway, seperti yg saya tekankan berkali-kali, investasi seperti apapun akan selalu ada unsur resikonya. Seperti yg saya tulis dalam artikel ‘proklamasi‘ Jangan serakah, bahkan jika kita membeli Treasury terbitan pemerintah USA pun ada resikonya.

    Kalau mau dilihat dari perspektif lain, saya yakin ibunya selma pasti punya tabungan ataupun deposito. Nah, kemungkinan bank tempat ibu selma menaruh tabungan/deposito tersebut bangkrut, seharusnya malah lebih besar daripada kemungkinan pemerintah bangkrut. Tetapi ibu selma tidak takut untuk menabung bukan?

  • Ngomongin soal ibunya selba, ibu saya juga baru2 ini cerita kalo LPD di kabupaten2 di Bali mulai memberikan bunga deposito yang lumayan gede antara 18% – 19% untuk yang setahun.pertama saya sempet khawatir, la wong ORI aja gak nyampe segitu.tetapi ibu menjelaskan bahwa di tingkat masyarakat tradisionil di desa kami bunga pinjaman yang di berikan ke pedagang2 kecil atau masyarakat sekitar juga lumayan besar..masih seperti dulu berkisar 2% – 2.25% perbulan tanpa agunan karena sistim kepercayaan adat desa (spt:anaknya siapa, jaminan tanahnya dimana, dll).
    pengelolaan uang tesebut dikelola secara mandiri dan dipertanggung jawabkan melalui rapat desa.
    asetnya sendiri tidak terlalu besar, sekitar 1 – 5 milliar rupiah tapi cukup untuk membantu sektor kredit masyarakat pedesaan yang malas berurusan dengan bank2 besar karena proses yang njelimet. faktor resiko selalu ada walaupun dalam kenyataanya LPD2 ini lumayan tahan banting.

  • hehehe… iya,
    lpd di desa saya lebih tahan banting daripada AIG, yang bermasalah biasanya oknum kolektor-nya… (maaf ott…)

    sekali-sekali bahas ttg keuangan tradisional donk bro…

    thanks for sharing..

  • gw sempet takut juga waktu mau beli ORI tapi sptnya jaman sukarno ga bisa di bandingkan dgn jaman sekarang deh. contohnya waktu krisis 98 yg ancur ancuran itu..pemerintah mati matian menyelamatkan bank bank supaya bisa mulangin duit ke nasabah yg akhirnya jadi kasus BLBI itu. akhirnya setelah itu di bentuk lembaga penjamin simpanan meskipun cuma 100 juta maksimal.

    sptnya untuk ke depan tidak akan terjadi gejolak besar di indonesia . presiden mungkin ganti tapi kebijakan ekonomi tdk terlalu banyak berubah apalagi indonesia masih ga bisa lepas dari dari tekanan barat dalam ambil kebijakan. emang ada kesan penerbitan SUN, ORI spt gali lubang tutup lubang. tapi kalo emang takut ada tanda tanda pemerintah gonjang ganjing bisa cepet jual di pasa sekunder..mungkin harganya turun sedikit

  • Salam kenal bung Edison

    saya sering dengar tentang crowding out akibat penerbitan SUN ini, yang saya tahu crowding out biasanya terkait masalah investasi. Saya mau tanya tentang crowding out di pasar obligasi, kapan pasar disebut crowding out apakah ada ukurannya?
    terima kasih sebelumnya


    Edison:
    Sepengetahuan saya tidak ada ukuran yg ‘formil/tetap’ utk suatu pasar bisa dikatakan sebagai ‘crowding out’.


Leave a Reply