‘Bagaimana nih? RD saya sudah turun banyak nih, apa saya redeem dan cut-loss saja ya?’
‘Saya mau keluar dulu deh dari saham, rasanya pasar akan terus turun nih’
2 kalimat di atas terasa ‘familiar‘ bagi saya karena akhir-akhir ini saya banyak mendapatkan e-mail dari pembaca blog saya yang isinya rata-rata tidak jauh dari 2 kalimat di atas (dan berbagai variasinya).
Setiap kali saya menerima e-mail seperti itu, saya selalu teringat kepada ucapan Ben Graham bahwa ‘musuh terbesar seorang investor adalah dirinya sendiri‘. Jika dijabarkan dengan lebih spesifik, musuh tersebut adalah Fear (Takut) dan Greed (Serakah). Hampir setiap investor dalam perjalanan investasinya akan pernah menghadapi musuh besar ini.
Percaya atau tidak, Fear & Greed itu ibaratnya adalah 1 koin yang mempunyai dua sisi.
Ketika kondisi pasar ‘cerah’, dunia dihiasi warna hijau, setiap hari bursa saham naik dengan drastis, memang sangat mudah bagi seseorang untuk terseret ‘arus’ Greed/Serakah sehingga lupa bertanya apakah hasil yang diharapkannya itu wajar/pantas. Apa lagi jika ada teman/saudara/broker/(masukkan nama seseorang yg kita kenal) memperlihatkan hasil ‘fantastis’-nya (‘Bursa kita naik dari 500 menjadi 2500 dalam 5 tahun loh!! Masak kamu nggak mau untung seperti ini?’). Kita menjadi lupa bahwa justru ketika bursa saham sudah naik ‘gila-gilaan’, artinya saham tersebut sudah menjadi mahal, dan justru semakin berpeluang untuk jatuh.
Sebaliknya, ketika kondisi pasar di saat seperti ini, dimana dunia diwarnai rona merah, setiap hari bursa saham ibaratnya terjun bebas, sangat mudah bagi seseorang untuk terseret arus Fear/Takut sehingga akhirnya lupa bahwa justru dengan turunnya harga saham, berarti saham itu lebih atraktif untuk dibeli. Ketakutan pun semakin menjadi-jadi ketika ada teman/saudara/broker/(masukkan nama seseorang yg kita kenal) mengirimkan artikel kepada kita bahwa ada ‘analis’ yang memperkirakan bahwa bursa akan semakin turun (‘Wah, kamu nggak tahu analis A bilang bahwa bursa akan crash?! Nekat namanya kalau kamu beli saham sekarang!)
Sebagai seorang Investor, ada satu hal menarik yang saya amati, adalah bahwa hampir setiap orang tahu teori ‘Buy Low Sell High‘ (Beli murah, Jual mahal), tetapi karena pengaruh Fear & Greed, yang dilakukan justru adalah sebaliknya, yaitu ‘Buy High Sell Low‘ (Beli mahal, Jual murah).
Bukti paling nyata fenomena ini? Coba tanyakan berapa banyak di antara kita yang ramai-ramai masuk ke RD saham ketika index kita ada di 2500-an, tetapi setelah itu redeem dengan loss ketika index ada di 2300, 2100 atau bahkan 1900 kemarin? Ketika saham sedang ‘high’ dan mahal (index di 2500), banyak di antara kita yang tanpa ragu ‘masuk’ di RD saham. Tetapi justru di saat ini dimana dari segi harga, investasi saham (baik melalui RD maupung langsung) itu lebih atraktif, banyak di antara kita yang malah ‘lari kalang-kabut’.
—–oOo—–
Mungkin sebagian teman-teman yang membaca artikel ini lalu bertanya, ‘KALAU memang bursa saham akan turun, kenapa harus beli sekarang? Bukankah lebih baik saya membeli nanti JIKA sudah lebih murah?’
Jawaban dari pertanyaan di atas, sebenarnya sudah terlihat dari 2 kata yang ada dalam pertanyaan itu, yaitu KALAU dan JIKA. Siapa orang yang bisa yakin 100% KALAU pasar akan lebih turun lagi? Bahkan JIKA pasar turun pun, apakah di saat itu kita akan mempunyai keberanian untuk ‘masuk‘ dan tidak menunda dengan alasan ‘ah nanti lebih turun lagi‘?
Sebagai investor, bagaimana kita harus bersikap di saat ini? Kalau kita bermain lempar koin, dan koin tersebut 1 sisinya adalah Fear dan sisi lainnya adalah Greed, apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jawabannya sederhana, buang koin tersebut.
Caranya? Seperti yang pernah saya bahas di blog ini sebelumnya, mulailah program investasi rutin dengan menerapkan metode Dollar Cost Averaging secara disiplin. Sisihkan uang dalam nominal yg sama setiap bulan, dan di setiap tanggal yang sudah ditentukan, investasikan uang tersebut secara disiplin di instrumen saham.
Komitmen investasi rutin seperti ini akan membuat kita tidak lagi diombang-ambingkan oleh Fear & Greed. Jika harga saham mahal, secara otomatis kita hanya akan membeli sedikit saham. Sebaliknya ketika harga saham turun, otomatis kita akan bisa membeli lebih banyak saham dengan jumlah uang yang telah kita tentukan.
Dengan cara di atas, kita tidak lagi terjebak ‘Buy High Sell Low‘. Secara otomatis, kita sudah melakukan ‘Buy less when it’s high, and buy more when it’s low‘.
…
Edison (seorang investor yg justru baru tertarik masuk di bursa lokal saat ini ketika orang berlarian keluar)
20 Comments
September 11, 2008 at 2:25 PM
ok bro,nie mau masuk lg
yg nyangkut biarlah nyangkut, mari kita mulai lembaran hidup baru dg DCA mulai bulan ini
September 11, 2008 at 2:31 PM
Greed and fear memang menjadi musuh investor saham, tapi mau gimana lagi, setiap manusia kan pasti punya greed and fear.
Menurut saya, salah satu solusinya adalah investasi berdasarkan suatu sistem yang kita buat sehingga bisa meminimalkan faktor emosi tersebut. Tapi masalahnya adalah bagaimana membuat sistem tsb ?
September 11, 2008 at 3:14 PM
Hi Forum Investor..
Iya. Saya tertarik banget dengan sistem tsb. Buat permulaan, saya coba sharing. Silakan kritik atau kasi saran buat melengkapi yah…
Saya merencanakan untuk mulai melakukan pembelian dengan cara:
1. Saya akan melakukan pembelian BILA index drop > 3.5% dalam sehari atau total 8% dalam seminggu.
2. Saya akan melakukan penjualan BILA index naik > 3.5% dalam sehari atau total 8% dalam seminggu.
3. Jumlah pembelian atau penjualan adalah sebesar 10% dari budget spekulasi.
Asumsi saya:
- Poit 1 dan 2 adalah indikasi saya untuk perilaku yang tidak reasonable, baik naik maupun turun-nya. Tentu saja ini tidak 100% pasti bener, tapi saya udah gak mau ikutin analisa mikro n makro anymore..
- Point no.3 sebagai marjin pengaman saya bila saya salah. Mungkin kalo main lempar coin, buat asuransi bila saya dapet angka 10x. jadi bila saya masuk di level 1.850, index minimum saya di 850 atau bursa turu 58% lagi.. Kalo itu terjadi, yah saya pasrah aja.
Cuma pertanyaan sekarang, saham apa yah yg bisa dijadikan acuan? Sayang di BEI gak ada index ya.. Saya lebih suka sesuatu yang mencerminkan kondisi umum market.
September 11, 2008 at 4:32 PM
@ Tom
BILA index naik terus dan gak turun2 gmn? gak jadi beli dunk…. trus kpn kita mao belinya?
September 11, 2008 at 4:45 PM
ow iya bro,klo mau beli etf apa harus lewat sekuritas ya?ato ada juga di bank yg jd distributornya seperti RD?
September 11, 2008 at 6:14 PM
@tony jkt
saya rasa tidak ada market yg terus2-an naik atau terus2-an turun. namun saya sangat welcome bila anda dapat memperbaiki / menambahkan kualitas dari metode pembelian saya.
landasan pemikiran saya adalah pertama, di stock market sekarang, jumlah spekulan adalah jauh lebih banyak daripada investor cerdas seperti bro Edison. mungkin analoginya kalo bro Edison masuk kasino, kalah 1juta uda pulang.. bisa nangis bd kalo semua customer seperti itu
kedua, saya bukan seorang yang memiliki ketrampilan teknis untuk menjadi seorang investor aktif. sehingga, saya lebih tertarik untuk mendeteksi KAPAN market itu rasional/chaos.
jadi daripada menganalisa harga batubara di newcastle yang suka-2 hati atau topan gustav dan ikke nurjana, saya lebih berpegang bahwa di masa kacau ini, market akan lebih sering tidak rasional.
ketiga, saya rasa kita semua setuju market mulai/sudah berada di daerah “bear” sehingga saya ingin develop suatu metode di mana saya aktif dalam “pembelian murah” namun ada pengaman bila saya masuk terlalu cepat (masih bisa nembak 9x). resiko terbesar adalah dana kita akan mati sampai musim “semi” tiba. karena itu, besarnya unit kita penting sekali, jangan sampai jumlahnya bisa mempengaruhi akal sehat kita.
September 11, 2008 at 6:21 PM
@ edison
ampun bro.. ane mau coba intelligent-speculation. khan jaman Ben, access ke bursa kan belum segila sekarang.
anyway, bro edi bener. bagaimanapun, DCA uda proven banget. thx buat selalu ingetin gw untuk bahaya spekulasi. gak tau apa yg terjadi kalo gw masuk sebelum dapet nasehat bro edi. (uda aja, masih sempet ‘lost head’
hehe)
cuma claim pohon duitnya, kayanya gak bener tuh. dari selera investment aja, ketauan siapa yg lebih mentingin ‘pokok’-nya
September 11, 2008 at 8:09 PM
Salam Bung,
Setuju sekali bahwa dalam investasi saham musuh terbesar adalah diri kita sendiri, takut dan serakah hampir dialami dan dilakukan oleh investor. Takut dan serakah ini membuat kita tidak komit lagi dengan rencana investasi kita. Misalnya kita sedikit spekulasi dan telah menetapkan bila harga turun 5% kita akan cut loss karena secara teknikal harga akan turun lagi, apa yang terjadi ? investor “takut” akan kerugian yang diderita bila segera dijual ! analisa tinggal analisa dan kita tidak disiplin dan komit dengan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya. Belajar itu memang mahal harganya dan jangan main dengan uang anda. Penurunan IHSG saat ini saya sangat besar mengalami kerugian …(he he malah curhat nih) tapi saya masih komit dengan kata Buffet yang kita beli adalah value perusahaanya dan ukuran keberhasilan investasi kita tidak hanya dilihat setiap saat (investor jangka panjang) .. saya alami sendiri kok .. main saham mulai tahun 2002 , saham kita turun begitu dalam floating lose sudah mencapai 60% beberapa tahu kemudian profit yang kita peroleh … sangat bahkan teramat besar.
Saya hanya berbagi pengalaman :
1. Main saham gunakan dana yang idle
2. Pilih saham-saham blue chip ataupun saham2 yang punya prospek bisnis yang bagus di masa datang.
3. Saham jangan dilihat harian (ntar stress dan bisa stroke)
4. Jangan gunakan margin panas …
5. Dapatkan informasi yang berkualitas dari “relasi, teman dan jaringan kita” > buy on romours and sell on news > teman di grup astra cerita bahwa Astra akan masuk Tambang Batubara melalui United Traktor … 1 tahun yang lalu
Akhir kata .. IHSG seperti saat ini bagi saya “its time to buying” banyak perusahaan yang nilai PBV nya sudah dibawah 1 … ayo pilih2 dipilih yang murah dan bagus prospeknya (seperti pkl di tanah abang .. he he he).
Salam
September 11, 2008 at 10:01 PM
hi Tom,
bagaimana ceritanya sampai anda bisa menemukan angka 3,5% ? apakah dari pengalaman greed and fear anda sebelumnya ?
terima kasih
September 11, 2008 at 10:08 PM
hi Edison,
saya setuju sekali dengan sistem DCA, tapi masalahnya adalah saham apa yang akan kita beli ?
Kalau kita sudah mempunyai suatu sistem untuk menentukan saham apa yang akan kita beli maka penerapan DCA akan lebih mudah.
seru sekali diskusi investasi kali ini.
terima kasih
September 12, 2008 at 7:29 AM
Post yg bagus..
Bagai pengingat untuk kembali ke ‘jalan yg benar’..
Apalagi sekarang bulan puasa…tobat deh…
Perbanyak amal ibadah…
Kendalikan hawa nafsu…
Rajin nyetor lewat DCA…
(gak nyambung..? biarlah.. :p)
September 12, 2008 at 8:24 AM
udah pernah diulas tt etf belum bro?
apa keuntungan etf dibanding rd saham atau rd index?
thx.
September 12, 2008 at 10:49 AM
hi Forum Investor,
3.5% itu angka yang sangat subjektif sekali dari saya, yang menurut saya menunjukkan perilaku market yang kalap, baik naik maupun turun. untuk yang lebih saklak seperti bro Edi, dia menggunakan angka 5% untuk lebih aman. jadi, ini sangat subjektif.
DCA di Indonesia, yang paling mendekati adalah R-LQ45X. cuma yah itu, untuk market yg fluktuatif, penyesuaiannya bisa makan waktu 2jam – 2hari.
Gimana bro Edison, apakah “disiplin” di DCA R-LQ45X boleh dianggap “mengatasi” standard error nya terhadap LQ45?
September 12, 2008 at 11:03 AM
wah bro.. kayanya tembakan pertama uda bole dimulai nih.. R-LQ45-X minus 6.8%.
September 12, 2008 at 5:02 PM
setuju bro, dengan DCA membantu kita mengeliminasi rasa takut dan serakah, saya sendiri kadang heran, jika portofolio saham saya turun 5% saja saya sudah bingung, tapi RD yang kondisi sekarang anjut-anjutan saya masih bisa tenang
salam investasi dan salam kenal juga
September 13, 2008 at 7:11 AM
share yg baik bisa utk memperkokoh psikologis trading / investasi yg konon bobotnya 60%
… 30% knowledge & yg 10% strategi
perjalanan waktu akan mendewasakan kita ..
yg emosinya sulit terkendali .. dewasanya klo modalnye dah mau habis ;(
September 14, 2008 at 9:36 AM
Betul Bung Edison,per 1 Jan 2008 RD saham saya udah untung 20%,tapi gak saya tarik krn mengharap lebih lagi.Setiap hari saya plototin perkembangannya.Nah..sekarang RD saya udah minus..tapi saya biarkan aja dari pada saya rugi.Saya percaya dia akan kembali naik..tapi mungkin masih lama naiknya.Ujung2nya sekarang saya gak pernah melototin nilai RD saya..malas!!!!!bikin pening kepala.
Bung Edison,saat IHSG skrg 1800an..kira2 baiknya tabungan saya saat ini dimasukkan ke Deposito atau ke RD saham lagi?
September 15, 2008 at 7:45 AM
Bung Edison……thanks atas pencerahannya.
October 9, 2008 at 3:16 AM
Hi edison, salam kenal, got stumbled on your posts while looking 4 some anti depresant 4 my financial turmoil syndrom
Boleh share dong, what makes u optimistic about d future of indonesia economy? Populasi? Sumber daya alam? Ato next good government after election? Kalo mesti milih, prefer invest stock di US ato di negeri tercinta Indonesia?
Thx
October 9, 2008 at 9:18 AM
Thx buat reply-nya, jadi anda sampai sekarang masih percaya dengan supremasi ekonomi amerika yah? Meskipun dengan keadaan kacau balau gini?
saya baru mulai masuk pasar amerika 6 bulan belakangan n udah kena manisnya lehman brother, skr lg rebalancing my portfolio, artikel anda tentang defensif investor helpful banmget, next kayanya saya akan coba DCA, keep posting your review on economy yah