Hari ini saya akan melanjutkan pembahasan mengenai e-mail Rina Sutarto tentang krisis ekonomi. Yang menariknya, seorang pembaca blog menginformasikan kepada saya bahwa ternyata e-mail tersebut baru-baru ini sudah pernah dibahas di blog Imam Semar. Oleh karena itu, berbeda dengan rencana awal saya yang cuma sekedar akan membahas pandangan Rina Sutarto, saya pikir akan ada baiknya saya membandingkan juga pandangan saya dengan pandangan Imam Semar.
Agar memudahkan pembaca mengikuti artikel ini, saya akan menggunakan warna untuk membedakan antara opini Rina, Imam Semar dan saya. Opini Rina akan dituliskan dalam warna biru, opini Imam Semar (jika ada) akan dituliskan dalam warna merah, dan opini saya akan dituliskan dalam warna hitam. Pembahasannya juga mungkin tidak akan berurut seperti di dalam e-mail dan ada beberapa bagian yang saya satukan karena tulisannya erat kaitannya.
—–oOo—–
RINA: Banyak negara sudah memasuki masa resesi, seperti Inggris dan Singapur. Sebenarnya banyak sekali negara sudah masuk resesi tapi secara definisi belum karena dalam definisi ekonomi suatu negara dinyatakan resesi bila pertumbuhan ekonominya negatif 2 kuartal berturut2. Jadi yang tinggal di Singapore , Inggris dan US benar2 harus melakukan perubahan cara hidup mulai sekarang.
EDISON: Ini cuma sekedar komen teknis saja, tetapi seperti yang saya bahas dalam artikel ‘Apa itu Resesi‘, aturan bahwa Resesi itu adalah pertumbuhan ekonomi negatif 2 kuartal berturut-turut itu justru bukan ‘aturan’ resmi. Ini hanya definisi yg kerap dipakai umum. Untuk Amerika misalnya, yang ‘berhak’ menyatakan ekonomi US memasuki resesi atau belum adalah badan NBER, dan definisi Resesi versi mereka bukanlah seperti itu.
Yang menariknya, Rina cuma meminta orang-orang yang tinggal di Singapore, Inggris dan USA saja untuk merubah cara hidup. Bagaimana dengan yang di Indonesia?
—–oOo—–
RINA: Gaji dan semua income jangan dibelikan investasi lagi. PEGANG CASH. Buat kalian yang pas2an sekali, aku saranin, akumulasi cash dalam bentuk hard cash yaitu rekening tabungan (yang bisa ditarik dengan ATM). So, gaji masuk jangan belanja apa2.
IMAM SEMAR: kalau orang akan memperebutkan cash, maka seharusnya jangan memenyimpan di bank karena kalau bank juga perlu cash, maka anda tidak dapat. Mesin ATM akan tutup.
EDISON: Di sini Rina bicara tentang ‘PEGANG CASH’, yang lalu disentil oleh Imam Semar dengan gaya sinisme khasnya, bahwa jika memang harus memegang Cash seharusnya jangan menyimpan di bank. Jadi mana yang benar?
Ini akan tergantung kepada apa yang dimaksud oleh Rina dan cara kita melihatnya. Jika yang dimaksud oleh Rina adalah Cash & Equivalent, maka saran Rina tidak kontradiktif, karena tabungan memang masih termasuk ekuivalen dari Cash (seperti yang umum dilakukan dalam laporan keuangan).
Tetapi jika diteliti, Rina lalu menuliskan istilah ‘HARD CASH’. Dalam bahasa Inggris, kata ‘hard cash’ itu dipakai untuk menggambarkan uang kertas ataupun logam. Oleh karena itu, dalam hal ini Imam Semar benar bahwa jika memang ingin mengakumulasi HARD CASH, seharusnya tidak dimasukkan ke bank.
Tetapi tentunya komen di atas hanyalah bersifat ‘teknis’. Isu utamanya dalam hal ini sebenarnya adalah saran RINA bahwa Gaji dan Income jangan dibelikan Investasi lagi. Bagi saya, saran tersebut merupakan saran yang sangat buruk. Mengapa?
Seperti yang telah saya tekankan berkali-kali di blog ini, cara terbaik untuk menjalankan investasi bagi kebanyakan orang adalah melalui program investasi rutin melalui index investing dengan menerapkan metode Dollar Cost Averaging. Bagi para investor ini, berhenti berinvestasi di saat pasar modal sedang jatuh (sehingga harganya lebih atraktif) seperti sekarang ini justru merupakan tindakan yang amat salah.
Selama uang yang diinvestasikan merupakan uang ‘lebih’ dari penghasilan kita, dan kita telah mempunyai dana cadangan (untuk berbagai keadaan darurat), maka tidak ada alasan untuk menghentikan investasi dengan cara di atas.
—–oOo—–
RINA: Investasi tunda dulu deh. Kalo memang ada duit lebih deposito saat ini yang paling cocok, itu juga near to cash walaupun ada jatuh temponya. Nah untuk deposito aku saranin, masukkan ke bank yang aman, buat kalian aku sarankan kalo bisa bank pemerintah.
Bunga penjaminan pemerintah hanya 10%. Artinya bila deposito kalian mendapat bunga di atas 10% maka uang kalian tidak akan dijamin oleh pemerintah. Bila, bank itu kolaps, maka uang kalian bisa saja hilang….lang lang. Terus nominal yang diganti hanya maksimal 2 M. Mungkin kalian tidak ada yang punya sebanyak itu tapi informasi ini bisa dishare ke bokap atau nyokap.
IMAM SEMAR: Apa bank pemerintah aman? Uang anda bisa utuh, tetapi tidak dijamin bahwa tidak akan dibekukan. Dan ketika anda bisa mencairkannya, nilainya sudah turun. Sejarah Argentina tahun 2001 dan Indonesia tahun 1997 membuktikannya.
Kalau sdri Rina pada emailnya menganjurkan agar membiarkan uang anda di bank (sebaiknya bank pemerintah), kami di EOWI menganjurkan untuk mengambil dan mencairkan deposit anda sebelum bank nya di-rush. Bisa jadi anda tidak kebagian. Paniklah sebelum terjadi panik massal. Menaruh uang di bawah kasur lebih baik dari pada di bank pada saat seperti itu. Uang di bawah kasur resikonya adalah perampok dan pencuri. Alternatif lain adalah safe deposit box. Timbang-timbang saja lah.
EDISON: Di sini lagi-lagi Rina menyarankan untuk menunda investasi. Seperti yang telah saya bahas di atas, saya pribadi sangat tidak setuju dengan saran tersebut.
Meskipun demikian, peringatan Rina tentang suku bunga penjaminan (10%) memang perlu diperhatikan. Saran mengenai penjaminan LPS ini juga kerap saya sampaikan kepada teman-teman pembaca blog ini (terutama di forum Jangan Serakah di kaskus).
Ironisnya, saat ini hampir semua bank menawarkan bunga yang di atas bunga penjaminan. Yang lebih ‘menyedihkan‘ lagi bagi saya, jika kita menanyakan kepada mereka bagaimana nasib uang kita seandainya terjadi masalah, jawaban yang kerap didapatkan adalah:
- Pegawai bank tersebut menyatakan bahwa depositonya dijamin oleh pemerintah. Ini bisa terjadi karena pegawai bank itu sendiri tidak terlalu paham tentang suku bunga penjaminan (kisah nyata yg saya alami) ataupun karena pegawai bank tersebut ‘nakal’ baik atas inisiatif sendiri ataupun instruksi supervisornya (lagi-lagi kisah nyata yg saya alami).
- Pegawai bank tersebut memakai jawaban ‘Tenang saja pak, bank kita adalah bank besar dan semuanya mendapatkan bunga seperti ini. Tidak mungkin pemerintah membiarkan semua nasabah kami mati uangnya, bisa rusuh/kacau nanti‘.
Bagaimana sebaiknya kita menyikapi kondisi yang tidak sehat ini? Ada beberapa alternatif.
Alternatif pertama adalah menekankan kepada pegawai bank tersebut bahwa yang kita inginkan adalah produk deposito yang dijamin oleh pemerintah dengan meminta bukti pernyataan tertulis. Tentunya konsekuensinya di sini adalah maksimal sebesar bunga penjaminan LPS (saat ini sebesar 10%).
Alternatif kedua adalah memindahkan deposito ke instrumen ORI dan memegangnya hingga jatuh tempo. Pada saat ini hasil yang bisa diterima dari obligasi ORI bergerak di kisaran 12,5%-13%, tidak berbeda jauh dengan suku bunga deposito ‘nakal’. Saya pribadi lebih memilih alternatif ini, terutama jika uang tersebut tidak saya butuhkan dalam waktu dekat.
Di sini perlu saya ingatkan juga alternatif kedua mempunyai konsekuensi bahwa uang akan ‘terikat’ lebih lama sehingga ada resiko tambahan yang kita tanggung seperti misalnya resiko perubahan suku bunga (bisa dibaca di artikel tentang obligasi).
Bagaimana dengan komentar Imam Semar dalam hal ini?
Opini Imam Semar bahwa bank pemerintah juga bukan jaminan aman di satu sisi memang benar. Negara pun bisa bangkrut. Dan ini pun bukan terbatas kepada negara ‘kecil’. Perekonomian besar seperti Amerika pun bisa bangkrut.
Tetapi di sini mungkin yang perlu kita pertanyakan adalah, bagaimana kita bisa ‘hidup’ jika kita selalu melihat kepada kemungkinan ‘kiamat’. Bayangkan kalau anda hidup dengan takut ’mati disambar petir’ ataupun takut bahwa ’bumi akan ditabrak meteor’?
Hal-hal seperti di atas memang bukan mustahil terjadi, tetapi tentunya kita harus mempertimbangkan juga kemungkinan/probabilita terjadinya hal tersebut. Memang betul bahwa bukan tidak mungkin bank pemerintah bisa bangkrut dan lalu pemerintah tidak sanggup untuk ‘menalangi’-nya sehingga tabungan masyarakat ‘dibekukan’ seperti yang ditulis skenario Imam Semar. Tetapi kembali lagi yang perlu kita pertanyakan, berapa besar kemungkinannya?
Saya pikir mungkin Imam Semar pun tidak terlalu serius untuk mempercayai bahwa skenario di atas akan terjadi. Jika memang benar Imam Semar meyakini skenario tersebut akan terjadi, maka seharusnya ia akan lebih dahulu melakukan sarannya (alias Paniklah sebelum terjadi panik massal). Untuk itu, ia harus memegang seluruh uangnya dalam bentuk HARD CASH, tidak mempunyai tabungan sama sekali dan juga tidak memegang mata uang Rupiah sama sekali (kecuali untuk kebutuhan sehari-hari). Selain itu tentunya ia juga akan meminta seluruh keluarganya (orang tua dan saudara) untuk melakukan hal yang sama.
Entah bagaimana menurut anda, tetapi saya pribadi merasa kecil kemungkinannya Imam Semar melakukan hal di atas.
(bersambung ke part 3)
16 Comments
November 25, 2008 at 4:21 PM
Akhirnya.. Ini dia yang saya tunggu-tunggu, “pertarungan” antara Imam Semar dan bro Edison, bos Jangan Serakah. Tentu saja ini pertarungan dalam konteks positif, bagaimana perbedaan pandangan mrk akan sgt menarik utk disimak.
Untuk yang belum tahu Imam Semar, beliau adalah bos EOWI, blog ekonomi juga. Bedanya, EOWI menganut teknikal sedangkan JS adalah value-investing. Kalo EOWI lebih keras, sinis, langsung, JS lebih tenang, tajam, disiplin.
Kalo di sepakbola, ibaratnya Italy (super defensif) vs Brasil (super ofensif). He-he..
Selamat menikmati.
November 25, 2008 at 4:27 PM
heeh sama. 2 blog ini akhirx bertemu jg.kedua blog ini sudah setia d bookmark.
jadi bingung neh pilih yg mana.he2.
November 25, 2008 at 4:36 PM
Jadi bung Abu pegang “brasil” atau “italy”?
November 25, 2008 at 4:49 PM
wah kok nyambung ke bola
saya tetep megang Liverpool
Ayo semoga Champion minggu ini menang
November 25, 2008 at 8:16 PM
kalo sudah tahu probabilitasnya kecil gak usah di besar besarkan. ambil positifnya aja dari pendapat tersebut untuk kepentingan orang banyak.
November 25, 2008 at 8:24 PM
haha.. sorry bro, jadi perang tifosi kecil di sini
hidup liverpool ynwa.. (udah ya, jgn dilanjutin lagi bolanya..) marah yg punya blog tar
November 26, 2008 at 5:30 AM
Waduh..
Kalo saya lebih suka MU.. lebih pragmatis, concerned with practical results, sensible and realistic..
Eh, maaf.. lanjut aja bro..:-)
November 26, 2008 at 10:06 AM
yang ditunggu2 ..
akhirnya datang juga
udah baca komentar Imam Semar,
emg terkenal sebagai seorang pesimistis …
dari awal tahun sampai sekarang sih prediksi dia masih benar (karena emg terjadi krisis)
untuk mengimbanginya
saya juga baca JS bro Edison
jadi punya sudut pandang yg berimbang
ARSENAL donkss.. menang lawan Kiev! MU cuma bisa kacamata lawan Villareal tadi!!
November 26, 2008 at 11:50 AM
hehe malah nyambung ke bola.
tp masa2 sekarang emang bagus buat
investasi dan memulai startup,
daripada nyimpen duit.
smuanya serba murah.. tp harus jeli jg sih..
just a thought.
November 26, 2008 at 12:46 PM
krisis berkepanjangan saat ini tanda rapuhnya sistem ekonomi kapitalis
November 26, 2008 at 2:25 PM
@daudhadid
kurang stuju ma komentarnya. Kenapa stiap ada sesuatu yg salah, yg ga bener qt slalu cari kambing hitam? Aq juga bingung dgn keadaan n pberitaan diberbagai media. Ditambah lagi dgn perang blog bro edison n imam semar ampe dipasang bareng MU, JUVE dkk. Kalo ambil tengah boleh g? Tetep punya uang dibwh bantal n perhiasan emas, dideposito bank pemerintah pd range yg msh dpt guarantee (<2M dg bunga <10%), jg masih DCA direksadana saham n campuran, nambah reksadana underlying assetnya ORI spt reksadana pendapatan tetap n proteksi. Terlalu terdiversifikasi g y? Yg jd mslh, gmn pbandingan besarannya ya? Bung edi bisa bantu n share dikit? Oya, akt jg dah jarang liat brita. Makin lama makin bikin panik, padahal kayanya keadaan g separah pemberitaan itukan? Maklum, lagi job luar rada panjang nich!
November 26, 2008 at 4:57 PM
@San
Saya sendiri tidak merasa ‘perang’ dengan imam semar kok, San. Yang terjadi di sini hanyalah perbedaan pendapat itu. Itu hal biasa dan bukanlah berarti ‘perang’. Kalau setiap perbedaan pendapat adalah perang, dunia tidak bisa damai dong.. hahaha…
Dalam hal ini, saya sekedar memberikan perspektif saya terhadap e-mail tersebut, sama seperti Imam Semar mencoba untuk memberikan perspektifnya terhadap e-mailnya Rina. Kebetulan ada beberapa pendapat saya yang sama dan ada juga beberapa yang berbeda dengan pendapat Imam Semar.
Kalau urusan ‘perang’, saya cuma terdorong utk ‘perang’ dengan scam/penipuan.
Jadi begini….. semua gara-gara si Tom usil…hahahaha
November 26, 2008 at 5:52 PM
lagi-2 sy jadi korban image. memang sy sempat menyarankan bro Edison untuk membikin blog ini lebih edukatif dan menantang. (tp kayanya bos EOWI agak galak ya
)
sy sering melihat masyarakat kt susah sekali menerima perbedaan pendapat. we never learn to be a good loser. sewaktu sy kuliah di luar, se-panas2-nya mahasiswa di sana beradu pendapat, paling hanya “berteriak” saja. dan pada saat semua selesai, semuanya berdamai, karena konteks debat-nya sendiri sudah selesai.
masalah dengan kita, adalah kita cuma mau tahu intinya saja, mau dapat saran 100% tepat. padahal yang benar adalah mengetahui jalan pikiran penulis.
dengan adanya adu argumen antar blogger hebat seperti imam dan edi, kita mau tidak mau belajar untuk berpikir independen. karena kalo dibaca sekilas, dua2-nya koq ada benernya yah? lain sekali kalo anda membaca terpisah.
jadi dengan demikian, anda sekalian terpancing untuk menjadi imam, edison selanjutnya. buat bro edison, ini adalah tantangan juga untuk membela argumen-nya nanti. jadi juga bagus buat mas imam, bro edison sendiri ketimbang mengelola blog secara mono.
isn’t it interesting?
November 26, 2008 at 7:41 PM
@tom
yup! Interesting! Tapi bikin pusing! Harus jadi pemikir independen ya? But,thanx buat stimulus dari bung tom, jadi keluar debat pendapatnya, kalo g layak diblg “perang”
@bung edi
aku pribadi g benci perang (kcuali yg menumpahkan darah), adu pendapat atau sejenisnya. Menurutku malah bagus bikin pembahasan suatu masalah jadi hidup n bervariasi. Tapi jujur, kalo ujung2nya dikembalikan kediri sendiri, rada pusing euy! 1. Lom pengalaman, 2. Kterbatasan pengetahuan. Jujur bung edi, ane ga tau persis apa yg tjd pada krisis 11th lalu (aku baru lulus sma th 98)kecuali suharto lengser, barang2 mahal,suku bunga naik,karena inget banget dpt bunga rada gede buka deposito dibank danamon. Jadi imam semar bicara krisis kurang nyambung ane apalagi yg diargentina, wuih, kayaknya out of my league, makanya byk mnt bantuan n tny2 diblog ini ataupun tetangga2nya. Sukur2 bung edi mau email aku dikit ttg krisis yg terjadi pada tahun 97 diindonesia n krisis saat the great depresion yg sering disebut2 org. Biar konek ga kaya bawahannya bung edi saat ditanya ttg resesi. Ha ha, kayaknya aku juga bakal jwbnya sama,diawali dgn “hm…..”
November 27, 2008 at 9:18 AM
Saya nggak begitu ngerti ekonomi.. apalagi yang sifatnya makro dan global.
Tapi rasanya untuk kelas rakyat jelata kayak saya, saya lebih condong menyimpan uang yang sedikit ini di bank, rasanya lumayan aman, timbang saya taruh di bawah bantal…
Tapi kalau juga lihat ke belakang , Krisis Endonesia (susah ngucapin Indonesia) taun 1997 itu diperparah sama krisis politik juga kali ya? kalau sekarang mungkin pemerintah bisa lebih fokus.
Puyeng juga mikir krisis global,mending ngeblog aja.
terakhir, VIVA MILAN,VIVA KAKA,VIVA GATTUSO !!
November 27, 2008 at 12:32 PM
menarik diskusinya.
benar, meski katanya lebih tahan karena secara politik lebih stabil…tetap saja was was