WHAT THEY SAID…
Wishful thinking is one thing, and reality another
Jalal Talabani
—–oOo—–
“Mimpi dan Realita adalah dua hal yang berbeda”, begitu kira kira maksud presiden Irak yang saya kutip ini. Kalimat tersebut sangat pas untuk menggambarkan apa yang terlintas dalam pikiran saya ketika menyempatkan diri membaca keterangan pers Gubernur BI 5 juni lalu.
Dalam rapat Dewan Gubernur BI yang terakhir itu, Gubernur Bank Sentral Boediono menyampaikan :
Inflasi pada 2008 kemungkinan akan meningkat pada kisaran 11,5-12,5% (yoy). Namun kami memperkirakan bahwa dengan berbagai kebijakan yang telah dan akan dilakukan, baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah, inflasi akan kembali mengarah ke satu digit di tahun 2009 pada kisaran 6,5%±1%. Bank Indonesia akan memfokuskan pada upaya meredam dampak tidak langsung dari kenaikan harga BBM dan pangan.
Lalu apa kaitannya keterangan pers ini dengan ucapan Jalal Talabani yang saya kutip di atas?
—–oOo—–
Pertama-tama mari kita lihat target inflasi pemerintah yang dikatakan berada pada kisaran “11,5-12,5%”. Apakah ini sebuah target yang realistis, atau lebih dekat kepada “mimpi”? Dalam 5 bulan pertama tahun 2008 ini, tingkat inflasi sudah mencapai 5,47%. Berarti dalam 7 bulan yang tersisa, inflasi “ditargetkan” oleh pemerintah tidak akan melebihi 7%. Meskipun dalam hidup segala sesuatu bisa terjadi, ada beberapa alasan yang membuat saya meragukan target tingkat inflasi itu bisa dicapai.
Sewaktu harga BBM dinaikkan pada tahun 2005, tingkat inflasi bulan berikutnya mencapai 8,7%. Meskipun kenaikan BBM pada bulan Mei lalu secara persentase tidak sebesar kenaikan tahun 2005, kenaikan BBM tahun ini tetaplah cukup tinggi. Tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM ini masih akan kita rasakan dalam beberapa bulan ke depan.
Alasan kedua yang membuat saya ragu akan target inflasi pemerintah itu, adalah karena di paruh kedua tahun ini, kita akan melalui periode Lebaran dan juga Natal. Seperti yang kita tahu, kedua Hari Raya tersebut selalu cenderung diikuti oleh kenaikan harga-harga barang. Ini berarti tekanan inflasi juga akan bertambah besar.
Alasan ketiga adalah faktor Imported Inflation (Inflasi “import”) yang pernah saya bahas dalam post “Bernanke, Bank Indonesia dan BI Rate“. Permasalahan inflasi bukan hanya dialami oleh Indonesia. Pada saat ini, boleh dikatakan setiap negara di dunia juga mengalami tingkat inflasi yang tinggi. Setiap kali kita mengimpor barang dari negara-negara itu, kita juga “mengimpor” inflasi dari negara itu. “Sumbangan” inflasi dari luar negeri ini juga akan mendorong tingkat kenaikan inflasi di negara kita. Faktor “Imported Inflation” ini lalu semakin parah karena menguatnya mata uang berbagai negara terhadap Dollar US dan juga Rupiah.
—–oOo—–
Alasan terakhir mengapa saya meragukan target inflasi pemerintah bisa tercapai adalah karena kondisi pasar komoditas dunia. Dalam hal ini saya bukan hanya berbicara mengenai minyak ataupun emas, tetapi juga mengenai berbagai bahan pangan seperti gandum, beras, jagung, dan sebagainya.
Kenaikan harga berbagai komoditas pangan secara drastis selama ini, bisa dikatakan sebagian besar diakibatkan oleh faktor supply dan demand, dan bukan karena aksi spekulasi. Oleh karena itu, kemungkinan harga komoditas pangan akan turun drastis sepertinya relatif kecil.
Bagaimana dengan komoditas minyak? Meskipun ada beberapa pihak yang menyalahkan aksi spekulan sebagai penyebab kondisi harga minyak saat ini, ada juga beberapa pihak yang menyatakan bahwa kenaikan harga minyak lebih disebabkan karena faktor supply dan demand. Terlepas dari pihak mana yang benar, pada saat ini, tidak ada yang berani meramalkan kapan harga minyak akan turun (itu pun kalau benar akan turun).
Kombinasi dari berbagai faktor di atas membuat saya berpendapat bahwa target inflasi pemerintah lebih dekat ke “mimpi” daripada realita.